PELAJARAN AGAMA


Berdialog dengan Agama Kristen Protestan
Nama Protestan berasal dari kata Protestaio (latin) yang berarti “sanggahan” yang diajukan oleh para bangsawan pengikut gerakan Reformasi kepada Dewan Kekaisaran Jerman di Speyer (1529). Mereka mengajukan “protes” terhadap keputusan Dewan, yang menyerahkan boleh/tidaknya memperkenalkan ajaran baru Martin Luther, kepada konsili yang diadakan dengan segera. Lalu pemakaian kata “Protestan” mencakup umat-umat Kristen yang menerima tata iman, ibadat, dan kebiasaan yang berdasarkan prinsip-prinsip Reformasi abad ke-16. Api Gerakan Reformasi ini disulut oleh protes dari Martin Luther, mantan biarawan Agustian, dengan 95 dalilnya yang ia pajang di gerbang gereja Wittenberg pada 1 November 1517.
Semenjak Gereja terpecah, tampak beberapa perbedaan mencolok. Perbedaan ini mencakup terhadap Gereja dan terhadap iman. Sikap ini tidak hanya menyangkut perbedaan tentang beberapa ajaran dan kebiasaan, melainkan sikap yang mulai muncul bersama aneka aliran dan gerakan sebelum abad ke-16. Oleh karena itu, sulit menunjukkan suatu “prinsip” atau “kebenaran fundamental” yang membedakan dan akhirnya memisahkan kedua kelompok Kristen dan kemudian melahirkan perbedaan-perbedaan lain.

A. Perpecahan Gereja

1. Gereja Lutheran
Kedaaan Gereja Abad XVI sangat jelek. Gereja terlibat dalam banyak urusan duniawi. Paus menjadi sangat berkuasa dan memegang supremasi, baik dalam urusan Gereja maupun kenegaraan. Sementara itu terjadi juga pemilihan Paus yang tidak pantas seperti Paus Alekander VI dan Leo IX. Sering terjadi korupsi dan komersialisasi jabaran Gereja. Banyak pejabat Gereja menjadi pangeran duniawi dan melalaikan tugas rohani mereka, sehingga imam-imam tidak terdidik, hidup dengan istri gelap, sering kali bodoh, tidak mampu berkotbah, dan tidak mampu mengajar umat. Keadaan semacam ini terjadi dalam kurun waktu yang lama. Teologi skolastik menjadi mandul dan masalah dogmatis dianggap sebagai perdebatan tentang hal sepele antara aneka aliran teologis. Banyak persolan teologi mengambang tidak pasti. Banyak kebiasaan umat yang tidak seragam. Iman bercampur takhayul, kesalehan bercampur dengan kepentingan duniawi. Agama sering merupkan rutin sosial sehari-hari, yang profan dan yang suci bercampur aduk.
Dalam situasi seperti itu, banyak orang yang bermaksud untuk memperbarui hidup Gereja, namun tidak ditanggapi. Kemudian, tampillah Martin Luther. Luther mula-mula menyerang masalah penjualan indulgensi, kemudian ia membela beberapa pandangan baru, khususnya ajaran tentang “pembenaran hanya karena iman”. Luther menyerang wewenang Paus dan menolak beberapa ajaran teologi sebelumnya dengan bertumpu hanya pada Alkitab sesuai dengan tafsiran sendiri.
Luther semula tidak menginginkan perpecahan. Ia ingin mempelopori pembaharuan. Tetapi ia terseret oleh arus yang disebabkan oleh rasa tidak puas yang umum dalam umat yang mendambakan pembaruhan yang betuknya kurang jelas. Ajaran teolog-teolog yang mendukung perbuatan saleh, kini diragukan Luther. Indulgensi, stipendia untuk Misa Arwah, sumbangan untuk membangun Gereja bersama dengan patung-patung yang menghiasinya, pajak untuk Roma, ziarah dan puasa, relikui dan kaul-kaul, semua tidak ditemukan dalam Kitab Suci, maka ditolak oleh Luther. Luther menegaskan bahwa semua tidak bermanfaat oleh keselamatan.
Iman sudah cukup untuk menjamin keselamatan, maka tujuh sakramen ataupun hidup membiara tidak berguna. Semuanya buatan paus saja untuk mengejar kuasa dan untung. Maka imam, biarawan/wati berbondong-bondong meninggalkan biara mereka masing-masing.
Luther didukung oleh banyak kelompok dengan alasan yang berbeda-beda, misalnya para bangsawan yang mengingini milik biara, warga kota yang mendambakan kebebasan berpikir, para petani yang ingin lepas dari kerja rodi dan pajak, para nasionalis yang membenci prilvilige Roma, para humanis yang ingin membuang kungkungan teologi skolastik, pemerintah-pemerintah kota kerajaan yang ingin mencium kesepatan memperuas wewenang mereka di kota. Malah Luther tampil sebagai pahlawan. Mereka mengira akhirnya pembaharuan sungguh-sungguh dimulai juga. Mula-mula Roma kurang menyadari apa yang terjadi, kemudian bereaksi salah, sehingga tidak mampu mengarahkan lagi.
Banyak hal baru dimulai, namun tidak jarang merupakan perusakan yang lama saja. Bukan reformasi Gereja yang lama. Tetapi, orang sudah menunggu terlalu lama, mereka tidak sabar lagi. Maka, ekskomunikasi Luther oleh Paus (1520) dan pengucilan oleh Kaisar (1523) tidak dapat membendung gerakan ini lagi. Rima tidak memahami reaksi dahsyat di Jerman ini dan masih bertindak seperti abad-abad sebelumnya. Luther lalu menyerang umat yang setia kepada Paus. Tuntutannya semakin radikal, persatuan Gereja tidak dicari lagi bahkan diboikot. Para bangsawan tidak tertarik lagi pada persatuan kembali, karena antara lain milik gerejani yang mereka rampas tidak mau mereka kembalikan. Unsur keagamaan, politis, dan pribadi di kedua belah pihak menyulitkan persatuan kembali. Reformasi selesai; umat terpecah belah ke dalam kelompok Katolik, Lutheran, Kalvinis, Anglikan dan sebagainya

2. Gereja Kalvinis
Tokoh reformasi lain adalah John Calvin (1509-1564). Tokoh ini tidak jauh berbeda dengan Luther. Ia ingin membaharui Gereja dalam terang Injil. Karena dibesarkan dalam lingkungan Katolik dan tidak berani mengadakan pemisahan yang sepenuhnya dengan Katolik, maka Calvin seperti juga bapa Reformasi yang lain, hanya melakukan Reformasi. Artinya, mereka melihat Katolik sebagai Gereja yang sebenarnya, tetapi yang telah salah jalan dan perlu reformasi. Yang salah hanya pemimpin pada saat itu bukan doktrinnya
Barulah pada 4 Mei 1534, Calvin mengundurksan diri dari posisi dan gaji bulanan yang ia terima dari katedral di Noyon. Pada tahun 1536, Calvin menyelesaikan dan menerbitkan edisi pertama dari Institutio. Ini baru dua tahun setelah ia resmi keluar dari Katolik. Dalam perjalannya mencari tempat yang aman, ia akhirnya tiba di Jenewa. Ia memang pernah diusir dari Jenewa pada tahun 1538 karena ia dan temannya Gaullame Farel mencoba menerapkan sistem disiplin yang terlalu ketat bagi kota itu. Namun pada tahun 1541 Jenewa menerima Calvin kembali. Sejak saat itu, Calvin bekerja terus di Jenewa hingga kematiannya 23 tahun kemudian, pada tahun 1564. Kepemerintahan Calvin di Jenewa adalah pemerintahan yang bertangan besi. Calvin menggabungkan Gereja dan Negara di Jenewa, membentuk sebuah Theokrasi. Segala jenis dosa dijadikan oleh Calvin sebagai pelanggaran terhadap hukum Jenewa. Orang yang tidak datang kebaktian, dihukum, yang berbicara atau yang bermain-main dalam kebaktian juga dihukum, bahkan orang yang salah memotong rambut orang dengan kurang sopan juga dikenai hukuman.
Dalam bukunya yang berjudul “Institutio Christiane Religionis” menggambarkan Gereja dalam dua dimensi, yakni sebagai persekutuan orang-orang terpilih sejak awal dunia yang hanya dikenal oleh Allah dan Gereja sebagai kumpulan mereka yang dalam keterbatasan di dunia mengaku diri sebagai penganut-penganut Kristus dengan ciri-ciri pewartaan Injil dan pelayanan sakramen-sakramen. Pengaturan Gereja ditentukan oleh stuktur empat jabaran, yakni pastor, pengajar, diakon, dan penatua.
Pengajaran kalvinisme sebenarnya tidak dimulai oleh John Calvin, tetapi telah ada sebelumnya. Calvin sendiri mendapatkan theologinya dari Augustinus. Hal ini diakui oleh para penganut Kalvinisme sendiri. Oleh karena itu, para penganut Kalvinis berusaha untuk membuat citra Augustine menjadi sebaik mungkin.

3. Gereja Anglikan
Anglikanisme bermula pada pemerintahan Henry VII (1509-1547). Di Inggris raja Henry menobatkan dirinya sebagai kepala Gereja karena Paus di Roma menolak perceraiannya. Sebelumnya, Henry taat kepada gereja Roma. Pada tahun 1521 dia menerbitkan esei tentang Tujuh Sakramen melawan Luther. Oleh karena itu, Sri Paus memberi Henry gelar “Pembela Iman”. Henry mulai mencari cara mengakhiri perkawinannya dengan Catherine (pada saat itu dia sudah jatuh cinta pada Anne Boleyn). Henry mempekerjakan beberapa kelompok sarjana untuk mencarikan alasan yang tepat dan baik, menurut Alkitab, mengapa perkawinannya dengan Catherine memang sepantasnya diakhiri. Salah satu sarjana ini adalah Thomas Cranmer, lulusan Universitas Cambridge. Mulai tahun 1527 Thomas mengunjungi universitas-universitas di Eropa dan beberapa kaum Reformis Eropa untuk mencari dukungan mereka. Sri Paus tetap menolak untuk membatalkan perkawinan itu.
Salah satu pikiran para sarjana adalah bahwa Raja seharusnya menjadi kepala tertinggi Gereja di Inggris dan bukan Sri Paus. Pada tahun 1534 Parlemen mengesahkan Undang-undang Keunggulan (the Act of Supremacy), yang menyatakan bahwa Raja adalah kepala tertinggi Gereja Inggris. Sejak itu Raja dan Archbishop mulai merombak gereja. Selama tujuh tahun ke depan mereka dibantu oleh Thomas Cromwell, yang menjadi orang yang paling berkuasa di kerajaan sesudah Raja. Raja tidak mau mengadakan terlalu banyak reformasi teologis, dan dia selalu mencoba mengimbangi kekuatan kaum reformis dan kaum tradisionalis.
Anglikanisme menyerap pengaruh Reformasi, namun mempertahankan beberapa corak Gereja (Uskup-Imam-Diakon), sehingga berkembang dengan warna yang khas. Perombakan yang penting dan khas adalah Kebaktian dilaksanakan dengan bahasa Inggris , di samping itu Alkitab juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris, karena bahasa Latin kurang bisa dipahami. Semua patung dan tempat keramat di Gereja dimusnahkan, biara-biara ditutup dan tanah milik biara disambil Pemerintah.
Perubahan teologis yang utama adalah tentang pembenaran karena iman. Sayangnya Henry tidak mengikuti orang-orang reformis yang lain. Dia berpikir bahwa gagasan hanya iman saja merusak moral. Dia berpikir bahwa gagasan tersebut meniadakan nilai perbuatan baik, dan dengan demikian akan membahayakan keamanan kerajaan. Perdebatan teologis besar yang lain adalah tentang Misa (istilah Perjamuan Kudus di Gereja Katolik Roma). Ajaran Katolik tentang transubstantiation menyatakan bahwa pada waktu Misa, hakikat roti dan anggur menjelma menjadi tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya. Pada masa pemerintahan Henry, Cranmer mengatakan bahwa ajaran ini tidak benar. Dia menentang ide bahwa Kristus dikorbankan lagi setiap kali ada Misa. Dia juga menentang ide bahwa pengorbanan Kristus pada Misa ini dapat menolong orang-orang yang sudah meninggal dunia. Bahkan Cranmer mempercayai kehadiran sesungguhnya dari Kristus di dalam Perjamuan Kudus, pandangan ini serupa dengan pandangan Luther (maksudnya, tubuh dan darah Kristus hadir sungguh-sungguh dalam Perjamuan Tuhan, tetapi roti dan anggur tidak berubah). Kelak dia berubah pikiran lagi dan menyatakan bahwa tubuh Kristus ada di dalam surga dan bahwa kita menerima dan memakan Kristus di dalam hati saja dengan iman.

4. Gereja Katolik
Reaksi dari Gereja Katolik Roma atas gerakan reformasi ini adalah “Kontra-Reformasi” atau “Gerakan Pembaharuan Katolik”. Gerekan pembaharuan ini dimulai dengan menyelenggarakan Konsili Trente. Melalui Konsili Trente (1545-1563), Gereja Katolik berusaha untuk “menyingkirkan kesesatan-kesesatan dalam Gereja dan menjaga kemurnian Injil”. Konsili juga menegaskan posisi Katolik dalam hal-hal yang disangkal oleh pihak Reformasi (soal Kitab Suci dan Tradisi, penafsiran Kitab Suci, pembenaran jumlah Sakramen, kurban misa, imamat dan tahbisan, pembedaan imam dan awam serta lain-lainnya.
Konsili Trente dan sesudahnya menekankan Gereja sebagai penjaga iman yang benar dan utuh, ditandai dengan sakramen-sakramen. Khususnya ekaristi yang dimengerti serta dirayakan sebagai kurban sejati. Gereja bercorak hierarkis yang berwenang khusus dalam merayakan ekaristi, melayani pengakuan dosa. Gereja adalah kelihatan dan ini jelas dalam lembaga kepausan sebagai puncaknya. Gereja mewujudkan diri sebagai persekutuan para kudus lewat penghormatan pada mereka (para kudus) dan menghormati tradisi.

B. Ciri-ciri Protestanisme dan Perbedaannya dengan Gereja Katolik

1. Ciri-ciri Protesnanisme
  • Gereja diadakan oleh rahmat Tuhan, oleh pilihan, sabda, Sakramen dan anugerah iman. Gereja yang benar ini tidak kelihatan dan tidak identik dengan Gereja yang diketahui anggota dan susunannya (Gereja yang kelihatan). Gereja kudus adalah persekutuan orang-orang yang benar-benar beriman di tempat dan pada segala jaman. Gereja ini memberitakan sabda Allah “secara murni” dan melayani Sakramen Pembabtisan “dengan tepat”, maksudnya “sesuai dengan Alkitab”. Oleh karena itu, adanya banyak Gereja, yang sering tidak berhubungan satu sama lain, diterima saja karena di antara mereka tidak ada satupun yang dapat menganggap diri sebagai Gereja yang kudus. Manusia dibenarkan bukan oleh/dengan perbuatan tetapi oleh/dengan iman (sola fidae=hanya iman))
  • Kitab Suci adalah satu-satunya sumber ajaran dan susunan Gereja. Berkaitan dengan ini. Hanya Alkitab (sola scriptura) menjadi prinsip formal Protestanisme. Alkitab menerangkan sendiri artinya pada setiap orang yang membacanya, sehingga Gereja tidak berwenang memberi tafsiran otentik.
  • Pembenaran orang dari semula sampai selesai semata-mata rahmat Ilahi (sola Gratia=hanya rahmat). Tuhan menyatakan orang beriman benar bukan karena ia benar melainkan kebenaran yang lain, yaitu kebenaran Kristus yang dikenakan padanya. Perbuatan baik manusia adalah buah rahmat Ilahi semata-mata, tetapi tidak berarti untuk memperoleh pembenaran. Oleh karena itu, keselamatan diharapkan hanya dari rahmat Ilahi saja.
  • Sabda Ilahi adalah satu-satunya sarana rahmat yang dibentuk Alkitab, kotbah, Sakramen dan pembicaraan rohani. Sakramen tidak lain daripada sabda Ilahi dalam bentuk kelihatan, artinya dialami dan bukan hanya didengar. Oleh karena itu, ibadat maupun liturgi tidak begitu mendapat perhatian. Selain Pembabtisan, dirayakan Perjamuan Tuhan yang tidak dianggap kurban dan tidak mengenal perubahan (transsubstantiatio) roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Sebagian besar jemaat Protestan mengimani, bahwa Kristus hadir dalam perjamuan Tuhan. Berkat iman, orang bertemu dengan Kristus waktu menerima komini.
  • Imamat umum semua orang beriman saja yang diakui sehingga pendeta dan orang awam hanya berbeda menurut fungsi saja tanpa perbedaan rohani secara eksistensial.

2. Persamaan dan Perbedaan antara Katolisisme dan Protestanisme
Persamaan antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan jelas sangat banyak dan menyangkut hal-hal yang sangar funfamental, karena berasal dari Yesus Kristus yang diakui oleh keduanya mengakui Allah yang sama, para nabi, Kitab Suci, dan syahadat yang sama. Hanya ada sejumlah perbedaan penafsiran dan penekanan. Perbedaan itu antara lain:






KATOLIK
PROTESTAN
Tekanan ada pada sakramen dan pada segi sakramen (tanda kelihatan) dari karya keselamatan Allah
Tekanan pada sabda/pewartaan dan pada segi misteri karya Allah
Kultis, yang mementingkan kurban (Ekaristi). Hubungan dengan Gereja menentukan hubungan dengan Kristus
Profetis, yang terpusat pada sabda (pewartaan). Hubungan dengan Kristus menentukan hubungan dengan Gereja
Gereja secara hakiki bersifat hierarkis
Segala pelayanan gerejawi adalah ciptaan manusia
Kitab suci dibaca dan dipahami di bawah pimpinan hierarki
Setiap orang membaca dan mengartikan Kitab Suci
Jumlah Kitab Suci 73 termasuk Diuterokanonika (yaitu, 1,2 Makabe, Sirakh, Kebijaksanaan, Tobit, Tudith dan Barukh)
Jumlah Kitab Suci 66, tidak termasuk Deuterokanonika
Ada 7 sakramen
Ada 2 sakramen (babtis dan ekaristi/perjamuan)
Ada devosi kepada para kudus
Tidak menerima devosi kepada para kudus


Demikianlah sejumlah perbedaan, yang kebanyakan merupakan perbedaan penafsiran dan penekanan. Sayang, orang sering hanya memperhatikan perbedaan-perbedaan itu dan melupakan persamaan-persamaan yang jauh lebih banyak dan lebih pokok.


C. Dialog dan Kerjasama antar Sesama Gereja Kristus melalui Gerakan Ekumene

1. Arti dan Kegiatan Ekumene
Gerakan Ekumenis ialah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk menanggapi bermacam-macam kebutuhan Gereja dan berbagai situsai dalam rangka mendukung kesatuan umat Kristen. Sejalan dengan saran dari Dekrit tentang Ekumene art 4, maka untuk mendukung kesatuan umat Kristen, yang dapat dilakukan adalah:
  • Menghindari kata-kata, penilaian, dan perbuatan yang dapat menimbulkan hubungan yang kurang baik antar umat Kristiani
  • Melaksanakan dialog, terutama dialog kehidupan (hidup rukun dengan sesama umat Kristen), dan dialog karya (berkarya bersama demi membantu kesejahteraan bersama)
  • Di beberapa tempat, Gereja-gereja tertentu pasti dapat dilaksanakan dialog doktrin. Praktek saling mengundang dan memberi masukan dalam suatu pekan studi atau semacamnya sudah sering dilaksanakan. Pertukaran dosen untuk bidang teologi Kitab Suci di Sekolah Tinggi Teologia juga sudah sering dilakukan. Dari kegiatan-kegiatan ini, kita dapat saling belajar dan mengisi.
  • Menyelenggarakan kerjasama demi kesejahteraan umum. Aksi bersama untuk membantu bencana alam dan sebagainya
  • Doa bersama atau ibadat bersama sejauh memungkinkan (perayaan Natal dan Paskah bersama) dapat dilaksanakan sebagai puncak dari satu kegiatan yang bersifat ekumenis.

2. Berbagai Aliran dalam Gereja Protestan
Pluralisme tidak hanya terjadi pada negara, namun juga terjadi dalam Gereja. Banyak aliran dalam Gereja Protestan. Sedikitnya ada sekitar duabelas aliran dalam Gereja Protestan, yaitu: Lutheran, Calvinis, Anglikan, Mennoit, Babtis, Methodis, Pentakostal, Kharismatik, Evangelical, Bala Keselamatan, Advent, dan sekte-sekte yang lain, di samping Christian Science, Scientology dan berbagai Gerakan zaman baru yang juga dianggap sebagai aliran Gereja.
Gereja Katolik telah melakukan dialog bilateral secara resmi dengan kebanyakan Gereja dunia. Dialog-dialog itu meliputi dialog dengan Komisi Internasional Anglikan-Katolik Rooma, Komisi Gabungan Internasional Katolik Roma-Lutheran, maupun dengan Gereja-Gereja Ortodoks, Dewan Methodis Dunia, Perserikatan Gereja-Gereja Reformasi Dunia, Perserikatan Gereja Babtis, Gereja-Gereja Pentekosta dan Para Murid Yesus. Sedangkan dengan Gereja-Gereja Evangelis masih tahap-tahap awal. Kelompok Kerja Gabungan didirikan di antara Dewan Gereja-Gereja Dunia, yang berkantor pusat di Jenewa dan di Roma. Selama Konsili vatikan II berakhir telah tercapai banyak perkembangan dalam pernyataan-pernyataan yang disetujui bersama.
Gereja Protestan di Indonesia dapat dikelompokkan atau dibedakan dalam beberapa kelompok:
  • Gereja Kristen Protestan yang lahir dari gerakan reformasi, misalnya: HKBP, GBKP, GKPI, dll
  • Gereja pentakosta, misalnya: Gereja Pentakosta Indonesia, Gereja Sidang Jemaat Allah, GBIS, GBI, dsb
  • Gereja Injili, misalnya: Gereja Kalam Kudus, Gereja Kristus Tuhan
Gereja-gereja Protestan di Indonesia ada yang termasuk ke dalam PGI (Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia) dan ada juga yang masuk PII. Di samping itu ada juga sejumlah sekte, antara lain: Mormon, Orang Kudus Jaman Akhir, Saksi Yehova, dsb.

Sumber:
1. Iman Katolik
2. Seri Murid-murid Yesus
3. Dewasa dalam Penghayatan Iman
http://savepageaspdf.pdfonline.com/pdfonline/img/save_as_pdf.gif

Tidak ada komentar: