Artikel



BUNGA RAMPAI
KARYA TULIS ILMIAH
GURU AGAMA KATOLIK



“MENGHADAPI TREND PENDIDIKAN ABAD 21”




 













DITERBITKAN OLEH
LEMBAGA PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN AGAMA KATOLIK
PROVINSI JAWA TENGAH
Tembalang Pesona Asri M/19 Semarang telp. 024.70559042
Email: forumgurukatolik@gmail.com

                       
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan, bahwa penerbitan bunga rampai “Menghadapi Trend Pendidikan Abad 21” akhirnya berhasil, penerbitan Bunga Rampai ini melalui proses yang panjang dan bukan tanpa diskusi.  Pergulatan teman-teman Guru Agama Katolik di Jawa Tengah untuk menerbitkan sebuah sarana menampung karya tulis  sudah dirintis sejak 3 tahun. Waktu itu diselenggarakan pembinaan Guru Agama Katolik Tingkat SMA/K Negeri dan Swasta yang dilaksanakan pada tanggal 4-6 Oktober 2010 di BKK Jalan Supriyadi 37 Semarang.Pembinaan itu merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Bimas Katolik Jawa Tengah.Dari pertemuan tersebut muncul gagasan untuk membuat Bulletin yang dapat menampung karya tulis para Guru Agama Katoloik di Jawa Tengah dan sebagai ajang komunikasi.Hal ini untuk merangsang guru-guru menulis, hal ini seiring dengan tuntutan masa mendatang para guru yang dituntut bisa menulis seiring dengan peningkatan kompetensi guru.
Proses pergulatan dan dorongan dari Pembimas Katoliktelah membuahkan sebuah Buletin yang diberi nama “FORGOD”.  Terbit sekali dan selesai.Namun demikian pergulatan teman-teman tidak berhenti.Dengan dorongan terus menerus dari Pembimas Katolik yang berupa moral dan finansial, maka semangat teman-teman tetap tumbuh.Dengan tertatih-tatih diselenggarakan pertemuan, pengembangan ide dan tentu “omprongan” dari Pembimas yang selalu membakar semangat.
Pertemuan-pertemuan semakin mengerucut.Diputuskan untuk mendelegasikan 6 orang membuat makalah ilmiah (karya tulis ilmiah), 2 Guru Agama Katolik SD, 2 Guru Agama Katolik SMP, 2 Guru Agama Katolik SMA.Makalah-makalah dipresentasikan dalam Orientasi Guru Agama Katolik pada tanggal 26-29 Juni 2012 bertempat di Hotel Plaza Semarang.Selesai dipresentasikan pemakalah mengolah kembali karya-karyanya.Makalah-makalah yang sudah disempurnakan dilihat bersama-sama oleh Pengurus Forum Guru Agama Katolik Jawa Tengah.Kemudian disempurnakan kembali.Langkah terakhir sebelum diterbitkan telah direview terlebih dahulu oleh Prof. Dr. Stevanus Budi Waluyo dari Universitas Negeri Semarang dan dosen juga Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik St. Fransiskus Semarang.
Mengenai judul “ Menghadapi Trend Pendidikan Abad 21”, didiskusikan bahwa arah pendidikan saat ini lebih mengikuti arus globalisasi yang seolah-olah hanya ikut trend yang ada, tidak menuju dan berpatokan pada sebuah system yang dibakukan. Dengan demikian judul-judul karya tulis seperti serpihan-serpihan sikap untuk menghadapi trend tersebut. Menghadapi trend tersebut  misalnya perlu dipilih sikap peningkatan kualitas pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas dan pengembangan model-model pemebelajaran. Disisi lain diperlukan peningkatan kualitas guru sendiri dengan pengembangan profesionalitas guru. Dari sisi siswa diperlukan penanaman karakter yang tangguh, maka dengan pemberdayaan tempat-tempat ziarah seperti Goa Maria yang tumbuh dimana-mana, pembinaan iman siswa dapat dikembangkan. Pembinaan iman siswa yang bersinergi dengan pemberdayaan tempat ziarah, akan lebih lengkap dengan pengembangan karakter berbasis kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan Jawa.
Maka lengkaplah, kalau kita membaca bunga rampai ini.Menghadapi trend pendidikan diperlukan pengelolaan kelas agar semakin efektif dengan penelitian tindakan kelas.Peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran lewat pengembangan metode pembelajaran dan pengembangan keprofesionalan guru yang berkelanjutan.Pendidikan karakter anak dengan pembinaan iman kekatolikan dan karakter anak yang berbasis kebudayaan.
Semoga Tuhan selalau memberkati usaha kita. Amin


Semarang, 25 Agustus 2012
Pembimbing Masyarakat Katolik
Kanwil Kementerian Agama provinsi Jawa Tengah


Agustinus Sukaryadi, S.Sos, S.Ag




MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI
METODE NARATIF EKSPERIENSIAL
KELAS V SD KALIBANTENG KULON 02 SEMARANG

Philipus Nerius Sutrisno
Guru SDN Kalibanten Semarang Kulon 02

ABSTRAK
            Dalam mempelajari Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa diharapkan memiliki beberapa standar kompetensi, antara lain pemahaman konsep, penalaran, komunikasi dan aspek pemecahan masalah.
Pada tahun pelajaran 2009/ 2010 nilai rata-rata tes kemampuan pengetahuan dan pemahaman Pendidikan Agama Katolik SD Kalibanteng Kulon 02 kelas V semester II materi Roh Kudus banyak mengalami kekurangan dan masih ada siswa yang belum tuntas belajar. Aktifitas anak dalam proses pembelajaran masih belum maksimal.
            Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya peningkatan aktifitas dan seberapa besar jumlah siswa yang tuntas belajar. Penelitian dilaksanakan dengan Metode Naratif Eksperiensial pada materi pokok Roh Kudus kelas V SD Kalibanteng Kulon.Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus memuat perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi. Variabel penelitian adalah aktifitas dan prestasi belajar. Data diambil dengan observasi dan tes dan divalidasi dengan analisis deskriptif. . Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini untuk mendorong siswa berani mengungkapkan pengalaman Kitab Suci sehingga menjadi pengalaman pribadi yang bermakna. Dengan demikian tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Bedasarkan obeservasi, keaktifan belajar siswa meningkat, pada siklus I  70% dan siklus II 80,%. Sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa  juga meningkat, Pada siklus I nilai rata-ratanya adalah 77,5 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar klasikal 75%, dan pada siklus II rata-rata prestasi siswa mencapai 87,5 dan jumlah siswa yang tuntas belajar klasikal adalah 100%.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa metode pembelajaran Naratif Eksperiensial meningkatkan aktifitas belajar siswa dan dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya.


Kata Kunci : meningkatkan, aktifitas, Prestasi belajar, Naratif Eksperiensial






PENDAHULUAN
Kurikulum di negara kita telah mengalami banyak perubahan dan pengembangan. Kurikulum PAK (Pendidikan Agama Katolik) tahun 1994 telah disusun dan dilengkapi dengan pencapaikan target yang jelas, materi pokok, standart hasil belajar siswa dan proses belajar yang berkesinambungan. Namun menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, kurikulum PAK masih dianggap sebagai kurikulum yang sangat minim, belum merangsang dan mengembangkan kompetensi siswa.
Pada tahun 2004 Kurikulum Berbasis Kompetensi telah dianggap sebagai kurikulum yang sangat tepat, karena telah mengembangkan serangkaian keterampilan atau kemampuan dasar serta sikap yang dimiliki oleh anak didik setelah dilatih melalui pengalaman belajar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi belum diberikan ruang gerak yang leluasa bagi guru untuk merumuskan indikator hasil belajar. Maka disusunlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang yang memberikan keleluasaan pada guru untuk merumuskan dan mengembangkannya. Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditetapkan, sedangkan indikator dan tujuan pemebelajaran merupakan tugas dalam mengembangkannya.
Alasan peneliti memilih SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang, karena terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian pada siswa SD Kalibanteng Kulon 02. Permasalahannya adalah berdasarkan data hasil perolehan prestasi belajar siswa SD Kalibanteng Kulon 02 materi Roh Kudus pada tahun sebelumnya nilai pretasi belajar masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Materi Roh Kudus yang begitu abstrak merupakan materi yang sulit untuk ditangkap dan dimengerti oleh siswa, sehingga  perlu disampaikan dengan metode yang cocok dan sesuai dengan kondisi siswa. Keaktifan anak dalam hal kemandirian mengerjakan tugas, keberanian untuk mengungkapkan pendapat, bertanya, maupun menyelesaikan tugas belum maksimal. Berdasarkan alasan tersebut peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian di SD Kalibateng Kulon 02 Semarang agar dapat meningkatkan aktifitas dan prestasi belajar siswa.
            Metode pembelajaran yang dipandang cocok dalam pencapaian hasil belajar di sini adalah metode Naratif Eksperiensial. Melalui cerita pengalaman yang dijiwai oleh terang Roh Kudus dalam Kitab Suci akan menjadi suatu pengalaman yang berarti dan mempunyai nilai-nilai keutamaan kristianani. Anak diajak untuk menggumuli hidup dalam kehidupan nyata. Pengalaman ini akan memberikan makna baru dalam terang iman. Dengan Metode Naratif Eksperiensial keaktifan siswa akan ditingkatkan yaitu dalam hal kemandirian, mengerjakan tugas, keberanian untuk mengungkapkan pendapat, bertanya, maupun menyadari peran Roh Kudus dalam kehidupannya. Dengan demikian metode Naratif Eksperiensial akan dapat meningkatan aktifitas dan  prestasi belajar siswa.
            Beberapa masalah yang mungkin muncul dalam penerapan metode naratif eksperiensial adalah, apakah dengan metode naratif eksperiensial ini dapat meningkatkan aktifitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar materi pokok tentang Roh Kudus pada siswa  kelas V SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang?
            Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran diperlukan persiapan perangkat mengajar dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis dan terencana. Dengan persiapan, pemilihan metode yang tepat dan penentuan langkah-langkah yang sistematis bertujuan untuk : Meningkatkan aktifitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar pada siswa kelas V materi Roh Kudus dengan metode Naratif Eksperiensial.
            Masalah pokok yang ingin dibahas dalam penelitian tindakan kelas ini terfokus pada masalah seberapa besar metode naratif eksperiensial menjadi salah satu metode yang efektif untuk meningkatkan aktifitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar melalui proses pembelajaran di kelas V SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang dengan materi Roh Kudus.
Indikator keberhasilan peneliti tindakan kelas ini, dapat dilihat dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa, selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator tersebut adalah sebagai berikut :
1.   Sekurang-kurangnya 75% dari seluruh siswa di kelas memenuhi target kriteria ketuntasan minimal (KKM) dalam pembelajaran PAK yaitu 75.
2.   Keaktifan klkasikal siswa dalam proses pembelajaran pada materi pokok ”Roh Kudus” minimal 75 % dari jumlah siswa.

Kerangka Berpikir
Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Dalam tiap siklus anak diberi kesempatan untuk bercerita dan sharing. Maka siswa akan semakin diperkaya dengan mendengarkan cerita pengalaman hidup orang lain dan cerita dari Kitab Suci.
            Langkah awal peneliti memberi tugas terstruktur dengan memberi pekerjaan rumah (PR) kepada siswa untuk menuliskan sebuah cerita pengalaman hidup tentang peranan Roh Kudus dalam hidupnya. Dengan pemberian tugas terstruktur ini dimaksudkan agar siswa lebih siap dalam menerima dan mengikuti proses pembelajaran selanjutnya.
            Keaktifan siswa dapat ditumbuhkembangkan dengan menerapkan metode naratif eksperiensial. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan cerita pengalaman tentang peranan Roh Kudus dalam kehidupannya. Denga mengungkapkan cerita, siswa diaktifkan untuk berani menerapkan nilai keberanian dalam melakukan tindakan yang baik dengan bimbingan Roh Kudus. 
Siswa diaktifkan untuk mengerjakan LKS yang menyampaikan cerita kanonik Peneliti memberi kesempatan pada siswa untuk menanggapi dalam bentuk menjawab pertanyaan dalam LKS, meringkas cerita, menceritakan kembali dan menemukan contoh-contoh pengalaman hidup sesuai dengan materi.
            Siswa dan guru membuat rangkuman dari materi ajar. Keaktifan siswa dapat ditumbuhkan secara mandiri melalui tatap muka, menagkap konsep, selanjutnya dengan metode naratif eksperiensial keaktifan semakin meningkat, karena dapat mendengar pengalaman hidup orang lain, dan dari Kitab Suci. Maka keaktifan dapat ditingkatkan dalam siklus I, dan II serta refleksi. Dengan demikian keaktifan dan prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.

Metode Naratif Eksperiensial
Dalam penghayatan iman, dibutuhkan bahan yang mampu mengajak siswa SD mengungkapkan dan menyatakan iman, diarahkan pada perwujutan iman dalam tindakan moral hidup sehari-hari (Jacob, 1992:99). Bahan ini bukanlah bahan mati, dalam komunikasi iman, bahan menjadi mitra dialog yang bersaksi. Supaya bahan menjadi mitra dialog yang hidup, menarik dan tidak memaksa, maka bahan diolah dalam bentuk cerita. Dalam dialog terjadi komunikasi iman yang hidup antara siswa dalam kelas sehingga melalui cerita, siswa mampu mengekspresikan, mengungkapkan dan menyatakan iman dalam bentuk cerita pengalaman.
Dengan demikian, dalam menyampaikan cerita, dibutuhkan Metode yaitu Metode yang bersifat Naratif Eksperiensial. Berdasarkan pengertian cerita, Metode yang bersifat naratif-eksperiensial adalah Metode cerita pengalaman. Naratif berarti bahan diceritakan (narasi) sebagai mitra dialog yang bersaksi mengenai pengalaman serta penghayatan iman (eksperiensi). Komunikasi tersebut berawal dari dan menuju ke pengalaman dan penghayatan (eksperiensi) sehari-hari siswa (Jacob, 1992:10-11).
Menurut Hofmann (1994:1), dalam kurikulum 1994 untuk pendidikan agama Katolik di Indonesia digunakan Metode kegiatan komunikasi iman yang bersifat ”naratif eksperiensial”. ”Naratif” berarti Metode tersebut berdasarkan cerita, sedangkan kata ”Eksperiensial” menunjuk pada hubungannya dengan pengalaman. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dengan Metode ”naratif-eksperiensial” kita harapkan siswa akan memperoleh cerita yang berhubungan dengan pengalaman sendiri.Pengertian di atas menjelaskan bahwa ”Naratif” adalah cerita, sedangkan ”Eksperiensial” adalah pengalaman. Maka Naratif Eksperiensial adalah cerita pengalaman.
Metode komunikatif naratif-eksperiensial dapat digambarkan pada Gambar 1


 









Gambar 1:  Bagan Metode Naratif Eksperiensial

Berdasarkan bagan di atas menjelaskan bahwa, komunikasi Naratif Eksperiensial dilakukan oleh guru dengan pertimbangan bahan masih harus diolah dahulu agar proses komunikasi lebih terarah. Dalam proses komunikasi ini, guru juga diharapkan memperhatikan bentuk, metode dan proses yang disesuaikan dengan perkembangan dan situasi siswa. Guru juga hendaknya menanamkan sikap-sikap terhadap masyarakat sekitar dan diajak untuk lebih memperhatikan sesama. Dalam cerita yang terpenting adalah unsur naratif, kemudian setelah cerita sungguh dipahami, dapat dicari hubungannya dengan pengalamannya sendiri.
Metode Naratif Eksperiensial tidak langsung diarahkan ”hidup baik” namun memiliki tujuan supaya siswa-siswi memiliki cerita yang menjadi bekal, sehingga dapat memampukan dirinya untuk mengatur hidupnya sendiri (Komkat KWI, 1994:15). Cerita yang didengar oleh siswa tidak semata-mata baik bagi pengalaman hidupnya melainkan siswa diharapkan mengolah dan menyaring cerita serta menyikapi cerita untuk bekal hidupnya. Dengan demikian, cerita sangat berperan penting dalam perkembangan iman anak untuk mengkomunikasikan iman dan memotivasi siswa untuk belajar dalam mengikuti PAK melalui Metode Naratif Eksperiensial.
Pada zaman dulu Yesus nampak sebagai pencerita yang unggul maka ciri khas dari cerita adalah komunikasi. Cerita yang dipakai Yesus adalah cerita Kanonis (Perjanjian Lama), cerita rakyat (Galilea) dan cerita kehidupan. Melalui sudut pandang fungsional, banyak cerita disampaikan sebagai perumpamaan. Oleh sebab itu, cerita dapat diapakai sampai sekarang dengan menyesuaikan perkembangan hidup manusia. Di bawah ini beberapa macam cerita yang diwariskan Yesus kepada kita, yaitu cerita Kanonis, cerita rakyat dan cerita pengalaman.
            Cerita Kanonis adalah cerita yang termasuk daftar cerita Kitab Suci. Umumnya suatu peristiwa disampaikan secara lisan dahulu dan diberi penafsiran oleh tokoh-tokoh yang ada hubungannya dengan Allah. Misalnya dari Perjanjian Baru, pendamping dapat menggunakan cerita mengenai Yesus memaklumkan Kerajaan Allah lewat perumpamaan-perumpamaan. Kerajaan Allah adalah misteri. Allah hadir dan bertindak menyelamatkan kita namun kita tidak dapat menangkap sepenuhnya dan Allah tetap merupakan rahasia bagi kita. Kita sebagai pendamping hendaknya dapat menceritakan sesuai dengan bahasa anak-anak dan usia perkembangannya. Dengan demikian cerita kanonis adalah cerita yang paling berharga bagi Gereja yaitu semua cerita yang terdapat dalam Kitab Suci (Hofmann, 1994:37). Zaman sekarang kita dapat menggunakan cerita kanonis yang ada dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang memiliki makna untuk mengembangkan iman.
            Cerita rakyat adalah cerita yang merupakan warisan dari kebudayaan yang diturunkan dari nenek moyang. Biasanya yang masih memiliki cerita adalah orang tua yang buta huruf di daerah terpencil. Pada zaman Yesus, cerita rakyat dari Galilea dan cara Yesus berkomunikasi adalah melalui cerita yang mudah dimengerti oleh rakyat dan seirama dengan agama dan filsafat yang diperoleh dari nenek moyang (Komkat KWI, 1994:17). Namun saat ini cerita rakyat dapat berasal dari asal-usul atau tempat kejadian di suatu daerah. Dalam menyampaikan cerita rakat kepada anak-anak henadaknya mencerminkan kebijaksaan hidup bersama, yang paling penting adalah pendamping memanfaatkan cerita rakyat sebagai cerita yang dapat memperkembangkan hidup beriman anak. Selain itu menyiapkan pendamping untuk menjadi pencerita yang baik dan mampu menyampaikan pesan lewat cerita. Dalam buku pelajaran agama Katolik kurikulum 1994, cerita rakyat dapat bersifat dongeng, mite, dan legenda.
            Cerita pengalaman adalah cerita nyata mengenai kehidupan seseorang atau pengalaman hidup sendiri atau pengalaman orang lain, sesuatu yang sungguh-sungguh dialami kemudian di dalamnya para pendengar dapat menemukan maknanya. Tujuan cerita kehidupan adalah supaya anak dalam mengikuti pelajaran agama semakin mampu menceritakan cerita mereka sendiri, cerita individual mereka, cerita keluarga mereka, dengan membandingkan cerita rakyat dan cerita kanonis (Hofmann, 1994: 39-40). Cerita hendaknya disampaikan dengan penuh penghayatan sehingga tidak membosankan anak-anak. Ide cerita harus disesuaikan dengan materi dan bahasa yang sesuai dengan tingkatan umur anak.
            Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak suka mendengarkan cerita sebelum tidur. Cerita yang disampaikan biasanya cerita yang berbentuk dongeng. Cerita dapat berasal dari tradisi yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui gambar sebagai alat bantu untuk memudahkan orang untuk mengingat isi cerita. Cerita yang berasal dari tradisi lisan hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa dan nyanyian rakyat. (Danandjaja, 1984: 1-2, 5). Maka dari itu, Cerita dapat juga diartikan sebagai laporan mengenai suatu peristiwa di mana terjadi ketegangan dan juga kelegaan. Dalan cerita selalu terdapat tokoh-tokoh yang saling berhubungan. Peristiwa yang diceritakan dapat sungguh-sungguh terjadi (historis) tetapi dapat juga merupakan khayalan / fiktif (Komkat KWI, 1994:2).
Pengertian Cerita sangat dipentingkan dalam komunikasi iman sehubungan dengan peristiwa-peristiwa nyata atau fiktif. Salah satu kekuatan cerita adalah komunikasi lisan seturut dengan awal terjadinya cerita. Cerita disampaikan secara lebih hidup, menarik dan membantu daya imajinasi pendengar terhadap tokoh-tokoh, alur cerita dan latar belakang permasalahannya sehingga pendengar mudah mengingat ceritanya
Digunakannya Metode naratif eksperiensial berarti orang diajak untuk berdialog menentukan sikap sendiri melalui cerita. Maka dari itu, orang zaman dahulu pada saat belum ada budaya tulis, mereka menyampaikan hal-hal penting kepada orang banyak dan kepada keturunannya diungkapkan dalam bentuk cerita. Mulai abad keempat setelah Yesus lahir, Kitab Suci sering ditulis dengan huruf indah dan dilengkapi dengan lukisan berwarna yang dapat dinikmati orang yang buta huruf. Cerita-cerita zaman dahulu oleh banyak orang dikenal lewat gambar sebelum mereka mengenal belajar membaca. Gambar-gambar itu diberi nama “Kitab Suci Kaum Kecil” karena pada waktu itu mereka masih buta huruf. Setelah adanya buku murah, Kitab Suci tidak dikenal lagi sebab sumber cerita yang hidup adalah teks. Maka dari itu untuk mengenal Kitab Suci, orang harus belajar membaca sehingga buta huruf dianggap sebagai keterbelakangan dalam hal agama (Hofmann, 1994: 28-29).
Zaman sekarang, orang mendapat informasi melalui radio maupun televisi, namun dalam penyampaiannya masih bersifat uraian, pernyataan atau kesimpulan sehingga banyak orang kurang minat menerima informasi lewat televisi. Pada akhirnya yang banyak diminati banyak orang adalah cerita karena segala bentuk cerita yang bervariasi dapat menyentuh dan mengesan untuk mata dan telinga (Komkat KWI,1994: 7)


Langkah-langkah Pengajaran Metode Naratif Eksperiensial
Secara garis besar, langkah-langkah Metode Naratif Eksperiensial menurut pegangan Guru PAK untuk SD (Komkat KWI, 1994) adalah sebagai berikut: Pertama adalah penampilan cerita rakyat/ cerita kehidupan/ pengalaman pribadi.Cerita ini berfungsi sebagai sarana untuk membuka wawasan siswa terhadap situasi yang ada di sekitar kehidupannya baik melalui cerita rakyat maupun peristiwa kehidupan yang ada di sekitar lingkungannya. Kedua adalah pendalaman cerita rakyat/ cerita kehidupan/ pengalaman pribadi. Melalui cerita yang ditampilkan, siswa diajak untuk mengenal, mengerti, memahami dan mendalami isi cerita serta nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut. Ketiga adalah pandangan dalam Terang Kitab Suci. Setelah siswa memiliki pemahaman terhadap peristiwa kehidupan yang ada disekitarnya, siswa perlu diberi arah pemahaman yang benar sebagai seorang kristiani dengan penampilan cerita Kitab Suci atau Tradisi Gereja. Ke empat adalah Proses Pergumulan.Dalam proses ini siswa yang sudah memiliki konsep atau pengalaman dari cerita rakyat/ kehidupan perlu memperoleh pigura yang sesuai dengan iman kristiani mereka, maka pengalaman itu perlu dikonfrontasikan dengan peristiwa yang terjadi di dalam Kitab Suci. Dengan demikian pengalaman/ nilai yang terdapat dalam cerita rakyat/ kehidupan memperoleh makna baru setelah direfleksikan dalam terang iman. Penginternalisasian makna yang baru inilah menjadi kekuatan dalam penghayatan iman siswa sehari-hari.
Ke lima adalah Rangkuman.Rangkuman dibuat dengan melibatkan siswa, dalam hal ini guru berperan aktif sebagai fasilitator dalam merumuskan kalimat dan rangkuman ini hanya berupa pokok-pokok atau garis besarnya saja

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa penggunaan metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik baik hasil belajar kognitif maupun keaktifan. Peningkatan hasil belajar ini disebabkan karena di dalam Naratif Eksperiensial siswa didorong dan dipacu untuk berani mengungungkapkan pengalaman-pengalaman yang dialami dalam setiap peristiwa sehari-hari dan diteguhkan dalam terang Injil. Keberanian yang timbul dalam diri siswa  menumbuhkan sikap memiliki pengalaman yang bermakna bagi peserta didik dan siswa diarahkan agar dapat menggumuli pengalaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa menyadari tugasnya sebagai anak didik dan berusaha untuk meningkatkan aktifitas belajar dalam proses pembelajaran  untuk memperoleh hasil yang optimal.  

Keaktifan Belajar Siswa
Berdasarkan hasil penelitian aktifitas siswa, diperoleh adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan obsesrver terhadap aktifitas siswa pada siklus I mencapai 70  dan pada siklus II meningkat menjadi 80%. Peningkatan ini terlihat dari keberanian siswa untuk berpendapat, bertanya, dan mengungkapkan cerita pengalaman dan kanonis. Peningkatan ini disebabkan oleh Guru yang dapat memberikan semangat dan dorongan serta memberikan penghargaan berupapujian kepada siswa. Siswa merasa bahwa cerita pengalaman maupun cerita Kitab Suci dapat menjadi milik yang bermakna dalam hidupnya. Dengan demikian pembelajaran siklus II telah memenuhi indikator keberhasilan dan terbukti telah tercapai peningkatan aktifitas siswa. Peningkatan aktifitas siswa pada siklus I dan II dinyatakan dalam Gambar 2
  






Gambar 2: Grafik Peningkaan Keaktifan Belajar Siswa

Prestasi Belajar Siswa
Dari pengolahan data berdasarkan hasil tes evaluasi kedua siklus, diperoleh data untuk siklus I rata-rata 77,5, untuk siklus II diperoleh rata-rata prestasi belajar siswa menjadi 87,5. Dengan demikian terjadi peningkatan dan jumlah siswa yang tuntas belajar 100% Berdasarkan data tersebut maka penggunaan metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan prestasi belajar dan jumlah siswa yang tuntas belajar.Peningkatan prestasi belajar siswa dapat dilihat pada Gambar 3


 









Gambar 3: Grafik Peningkatan Prestasi Belajar siswa
            Peningkatan prestasi belajar siswa berdampak positif pada ketuntasan belajar dalam kelas. Ketuntasan belajar siklus I sebesar 75% dan padas siklus II mengalami peningkatan menjadi 100%. Peningkatan  prestasi belajar siswa karena siswa telah terbiasa dengan pengungkapan pendapat, bertanya maupun menyampaikan cerita. Peningkatan ketuntasan belajar siswa dapat dilihat pada Gambar 4


 






           

Gambar 4: Grafik Peningkatan Prestasi Belajar siswa

Perolehan hasil pengamatan keaktifan belajar dan prestasi belajar 
Perolehan nilai tes dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 1 Hasil Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Siklus I


No.

Hasil
(Rata-rata klasikal)


Skor/Nilai

Prosentase Ketuntasan (%)


Keterangan
1
Keaktifan Belajar Siswa
70,0
75
Belum memenuhi indikator
2
Prestasi Belajar Siswa
77,5
75%
Memenuhi indikator

Berdasarkan perolehan hasil observasi aktivitas siswa, presentasi keaktifan siswa mencapai 70,0%. Masih ada beberapa kekurangan yang disebabkan karena model pembelajaran pengungkapan cerita yang masih malu dan takut yang menyebabkan anak kurang aktif.

Perolehan hasil pengamatan Keaktifan siswa dan Prestasi belajar siswa melalui perolehan nilai tes dapat dinyatakan dalam tabel 2.

 Tabel 2: Hasil Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa

No.

Hasil(Rata-rata klasikal)

Skor/Nilai
Prosentase Ketuntasan (%)

Keterangan
1
Keaktifan Belajar Siswa
80,0
100
Belum memenuhi indikator
2
Prestasi Belajar Siswa
87,5
100
Memenuhi indikator

SIMPULAN
           Dari hasil pembahasan atas data data yang diperoleh pada penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa metode naratif eksperiensial dalam Pendidikan Agama Katolik, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan dapat meningkatkan jumlah siswa yang tuntas belajar.Hal ini dibuktikan dengan hasil yang dicapai pada saat penilaian aktifitas siswa oleh observer dan tes akhir siklus II sebagai berikut:
1.               Aktivitas belajar siswa juga meningkat, pada siklus I rata-rata siswa yang aktif mencapai 70%, sedangkan pada siklus II menjadi 80%.
2.               Hasil tes siklus I, nilai rata-rata 77,5 (jumlah siswa yang tuntas belajar ada 3 siswa) dengan ketuntasan belajar klasikal 75% sedangkan pada siklus II nilai rata-rata 87,5 (jumlah siswa yang tuntas belajar ada 4 orang) dengan ketuntasan belajar klasikal 100%.
Tolak ukur keberhasilan yang telah ditetapkan dapat dicapai karena siswa yang aktif dalam mengungkapkan cerita, pertanyaan, maupun pendapat dalam  Pendidikan Agama Katolik dengan metode Naratif Eksperiensial telah mencapai ≥ 75% dan nilai rata-rata kemampuan kognitif siswa pada evaluasi akhir penelitian ≥ 75 dengan ketuntasan belajar klasikal 100%. Ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas belajar pada  pembelajaran Pendidikan Agama Katolik  melalui metode Naratif Eksperiensial.

SARAN
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan kelas di kelas V SD Kalibanteng Kulon 02 Semarang, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.                  Penggunaan metode Naratif Eksperiensial dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dapat dikembangkan pada materi pokok lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa, karena melalui metode Naratif Eksperiensial dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa yang tampak dalam keberanian untuk mengungkapkan cerita, bertanya maupun berpendapat dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah.
2.                  Penggunaan metode Naratif Eksperiensial dapat diterapkan  untuk meningkatkan jumlah siswa yang tuntas belajar, karena dengan berani mengungkapkan cerita, siswa menjadi lebih memahami isi cerita tersebut. Kisah yang diungkapkan akan menjadi inspirasi dalam bertindak, sehingga kisah tersebut dapat menjadi kisah yang bermakna dalam dirinya.
DAFTAR PUSTAKA


Danandjaja, J. 1984:1-2,5 Folklor Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain.Jakarta : Grafiti Pers.

Depdikbud. 1993 Kurikulum Pendidikan Dasar: Landasan, Program dan Pengembangan. Jakarta.

Dewan Gereja-gereja di Indonesia. (1979). Pedoman Perencanaan Program. Jakarta: Institut Oikoumene Indonesia

Dimyati, 2002:140 Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Depdikbud dan PT Rieneke Cipta.

Djamarah, S. 2002:13, 28 Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneke Cipta

________. 1999. Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP),Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar.Jakarta : Komkat KWI.

Hamalik, O. 2006: 20 Proses Belajar Mengajar, Bandung: Bumi Aksara

Hofmann, R. 1994:37,39-40. Sebuah Gagasan: Kitab Suci dan Sekolah Minggu.

Jacobs, T. 1992:10-11,99 Silabus Pendidikan Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

Komisi Kateketik KWI. 1994:15-17. Naratif Eksperiensial. Yogyakarta: Kanisius

Poerwodarminto, W. 1999:768 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

________. 1994. Pola Naratif – Eksperiensial dalam Pendidikan Agama. Ekawarta, No.4/XIV, hh. 26-43.


Sardiman, N. 2004:96 Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada

Winkel, 1991:162 Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia






DSC_0001
 
                        Philipus Nerius Sutisno, S. Ag.
                              Lahir di Semarang, tanggal 25 Mei 1968, menempuh pendidikan dari                      dari SD sampai dengan SPG di Pangudi Luhur Semarang. Mengikuti                            Mengikuti D2 di IPI Malang Filial Surakarta dan menyelesaikan                        S 1 di STPKat St. Fransiskus Assisi Semarang pada tahun 2011.                              Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1988 di SDN                       Seboto I Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2000 pindah tugas ke SDN Lebdosari 02 ( sekarang SDN Kalibanteng Kulon 02 ) Semarang. Dari tahun 2010 menjadi ketua KKG Pendidikan Agama Katolik Kota Semarang sampai sekarang.






















Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik dengan Metode Tutor sebaya kelas V SD Padangsari 02 Semarang

Franciscus Setyo Budianto

ABSTRAK
            Pemilihan judul ini atas dasar alasan bahwa aktifitas siswa dalam belajar Agama  Katolik sangat kurang sehingga menyebabkan rendahnya prestasi belajar  dan ketuntasan siswa dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan oleh rendahnya kesadaran orang tua dalam  mendampingi dan memotivasi anaknya untuk belajar agama. Di samping itu pembelajaran PAK juga kurang bervariasi. Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada pelajaran agama khususnya pada materi Roh Kudus digunakan metode tutor sebaya di mana dalam metode ini akan terjadi komunikasi belajar antarsiswa dan terjadi pertukaran pengetahuan dan pengalaman iman antar siswa itu sendiri. Penelitian bertujuan meningkatkan keaktifan dengan harapan dapat  meningkatan jumlah siswa yang tuntas belajarnya dan akan dilaksanakan tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Variabel penelitian ini adalah keaktifan dan ketuntasan belajar siswa. Pengambilan data dengan mengunakan lembar pengamatan untuk keaktifan dan soal tes untuk  prestasi belajar siswa. Seting penelitian siswa kelas V SD Negeri Padangsari 02 Semarang.
Hasil penelitian tiap siklus menunjukkan adanya perubahan data yang meningkat untuk keaktifan belajar siswa siklus I 71,7% menjadi 74,5% pada siklus II dan meningkat 80% pada siklus III, demikian juga pada prestasi belajar dari nilai rata rata 73 pada siklus I menjadi 75,5 pada silkus II dan meningkat 79 pada siklus III. Peningkatan prestasi ini berdampak pula pada ketuntasan belajar siswa dari 10 anak pada siklus I yang tuntas 7 anak (70 %) untuk siklus II anak yang tuntas berjumlah 9 (90%) dan pada siklus III semua siswa Tuntas belajar atau 100 %. Keaktifan dan prestasi belajar meningkat dari siklus I ke siklus II sampai kesiklus III. Dengan demikian terbukti metode tutor sebaya mampu meningkatkan keaktifan siswa dan prestasi belajar secara meyeluruh  baik dari segi afektif maupun kognitif metode menawarkan dialog, syaring untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan secara bebas maka penelitian ini berhasil dengan optimal.

Kata Kunci    :  Hasil belajar Tutor sebaya





I.     PENDAHULUAN
Agama mempunyai peranan yang penting dalam hidup manusia karena agama menjadi pemandu ke arah kehidupan yang bermakna dan bermartabat.Kehidupan keagamaan seseorang tidak serta merta muncul secara otomatis namun ada faktor – faktor yang mempengaruhi seperti halnya keluarga, lingkungan, masyarakat dan faktor pendidikan agama di sekolah. Pembiasaan yang baik yang dilakukan oleh keluarga / guru kepada anak akan memberi landasan yang penting bagi anak, guna kelangsungan pendidikan dan pembentukan kepribadian di kemudian hari.
Pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk memanusiakan manusia ke arah yang lebih baik agar dapat mengembangkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih baik, agar tujuan pendidikan bisa tercapai dan maksimal tentunya guru sebagai pendidik dituntut untuk selalu mengembangkan metode pembelajarannya, supaya segala kesulitan dalam pembelajaran dapat dipecahkan. Pemerintah melalui jalur pendidikan agama secara terus menerus dan berkesinambungan bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik, dan membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berahklak mulia ( Permendiknas 22, 2006 ). Penguasaan kompetensi dalam  Pendidikan Agama katolik , bukanlah menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan yang sebanyak – banyaknya tetapi menjadikan anak / siswa  memiliki serangkaian keterampilan atau kemampuan serta berbagai sikap dan nilai penting , yang sungguh berguna dalam hidup di masyarakat ( PAK , SD.2004 :4).    Membentuk peserta didik seperti yang diamanatkan di atas sangat mudah untuk dikatakan, tapi begitu sulit untuk diwujudkan.Hal ini karena dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas, keterlibatan dan antusias peserta didik dalam pembelajaran Agama Katolik, juga disebabkan adanya asumsi bahwa pendidikan agama kurang begitu penting karena tidak untuk ujian negara.
            Pembelajaran selama ini yang mengunakan cara tradisional melalui metode ceramah dirasa kurang berdaya guna karena peserta didik cenderung sebagai pendengar yang pasif dan tidak telibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga menjadikan pelajaran agama kurang bahkan tidak menarik dan terkesan membosankan tampa gairah dan minat dari peserta didik. Oleh karena itu pembelajaran menjadi kurang efektif dan berdampak pada kurangnya prestasi peserta didik itu sendiri.Bila pembelajaran tidak melibatkan siswa secara aktif dalam prosesnya maka pembelajaran itu bertentangan dengan hakikat belajar itu sendiri terlebih dalam kegiatan eksplorasi. Dalam kegiatan eksplorasi guru dituntut untuk mengunakan berbagai pendekatan pembelajaran, melibatkan peserta didik secara aktif, memfasilitasi terjadinya multi interaksi ( Permendiknas 41, 2007).
            Pada Pembelajaran Agama Katolik dalam materi Roh Kudus siswa diajak untuk mengenal dan memahami peranan Roh Kudus dalam hidup sehari hari serta mengembang sikap yang baik melalui rupa – rupa karunia Roh Kudus yang dianugerahkan Allah kepada dirinya dan hal ini perlu diwujudkan dalam peristiwa yang konkret seperti memberikan sikap hormat pada tempat – tempat khusus untuk berdoa sebagai perwujudan hormat kita pada Allah karena dalam kehidupan menggereja dibutuhkan berbagai kemampun untuk membangun Gereja dan dunia, Kemampuan itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan dapat pula diperoleh melalui karunia Roh Kudus. Setelah pembelajaran materi Roh Kudus ini diharapkan  siswa dapat menghayati hidup baru dalam Roh Kudus yang terungkap melalui doa – doa dan diwujudkan melalui tindakan jujur dan adil dalam Gereja dan masyarakat. Materi Roh Kudus bersifat Abstrak  dan sukar dipahami oleh siswa maka perlu adanya upaya serius untuk meningkatkan suasana pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan    sehingga siswa tidak cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi atmosfer pembelajaran di kelas.Dengan kenyataaan diatas maka perlu dicari alternatif dengan melakukan inovasi dan pendekatan, baik itu dalam penggunaan media ataupun metode penyampaian sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan.
            Pembelajaran dewasa ini perlu  mengikuti asas aktivitas yakni siswa belajar sambil bekerja, dengan bekerja siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman dan aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk bekal hidup di masyarakat yang semakin kompleks (Hamalik,2010 :172 ), Yang nantinya dapat meningkatkan prestasi belajar. Penulis mencoba memberikan alternatif untuk mengoptimalkan pembelajaran Agama Katolik dengan melalui penerapan metode tutor sebaya. Dengan  harapan dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, adapun aktivitas yang diharapkan adalah  terjadinya interaksi antara siswa dan guru maupun siswa dengan temannya dalam kondisi kerja kelompok, diskusi maupun kegiatan tutorial yang nantinya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa  sesuai dengan harapan yang dibuktikan dengan tuntasnya belajar sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah.Metode ini digunakan karena dalam pelaksanaannya diharapkan mampu menciptakan ruang psikologis yang nyaman bagi setiap anggota yang ada di dalamnya.Bantuan yang diberikan oleh teman-teman sebaya pada umumnya terasa lebih dekat dibandingkan dengan hubungan antara siswa dengan guru. Siswa yang ditunjuk sebagai tutor ditugaskan membantu siswa lain yang mengalami kesulitan belajar berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guru.
Dari uraian tersebut di atas, ditemukan masalah yang muncul  pada siswa kelas V SD Padangsari 02 Semarang, antara lain: Aktivitas siswa untuk belajar agama kurang , siswa mengesampingkan pelajaran agama menjadikan Prestasi belajar rendah. Berdasarkan  permasalahan tersebut   maka  rumusan masalahnya adalah Apakah metode Tutor sebaya dapat meningkatkan aktivitas dan jumlah siswa yang tuntas prestasi belajarnya pada siswa kelas V SD Padangsari 02 ?

II.    LANDASAN TEORI
A.    Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia sehingga tidak ada kata terlambat untuk belajar.Demikian pula pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan mengemukakan definisi menurut sudut pandang masing-masing. Hal ini justru akan menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang belajar. Menurut Morgan ( dalam Purwanto, 1997:84) menyebutkan “ belajar merupakan kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003:4).
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah 1) yang terjadi secara sadar, 2) bersifat kontinyu dan fungsional, 3) bersifat positif dan aktif, 4) bukan bersifat sementara, 5) bertujuan atau terarah , 6) mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Dengan demikian belajar pada dasarnya adalah perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) maupun nilai dan sikap (afektif).Oleh sebab itu agar siswa dapat benar benar belajar, perlu digunakan pendekatan belajar aktif dan menyenangkan. Pendekatan yang aktif dari berbagai arah akan memotivasi siswa untuk kreatif, kritis, mandiri, dan terampil dalam berkomunikasi dengan demikian diharapkan siswa mengalami suatu perubahan dalam dirinya.
B.  Hasil Belajar
         Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 250-251) merupakan hasil proses belajar  atau proses pembelajaran. hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud dalam tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.Menurut Sudjana (2009:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.Untuk memperoleh informasi tentang cara dan kemajuan siswa dilakukan penilaian hasil belajar, hasil penilaian ini dapat digunakan Guru untuk memberikan bantuan langsung bagi siswa, serta untuk perbaikan program dan cara mengajarnya agar membantu siswa meningkatkan kemampuannya ( Debdikbud dikdas 1994: 81). Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu ukuran penilaian akhir dari proses pembelajran yang dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama dan menjadi bagian dari kehidupan siswa. Hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, aktivitas siswa dan prestasi belajar siswa.
B. 1 Aktivitas Belajar
            Aktivitas adalah  kegiatan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan  pada tiap bagian. (Depdiknas , 2005 : 23 ). Jadi aktivitas belajar adalah kegiatan kerja yang dilakukan siswa dalam rangka proses pembelajaran. Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman ,2004 : 96) karena tampa aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi. Pada prinsipnya aktivitas belajar dapat dilihat menurut dua sudut pandang yakni dari pandangan ilmu jiwa lama yang berorientasi pada aktivitas guru dan dari pandangan ilmu jiwa modern yang didominasi oleh aktivitas siswa ( Sardiman 2004 : 103).          
Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri dengan menitik beratkan pada asas aktivitas dimana siswa belajar sambil bekerja. Dengan bekerja (beraktivitas) mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman dan aspek – aspek tingkah laku lainnya serta mengembangkan ketrampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat ( Hamalik 2010 : 171 – 172 ). Untuk itu perlu adanya perubahan paradigma dari “ pembelajaran yang berorientasi pada guru” menjadi “ pembelajaran yang berorientasi siswa “ dimana siswa diharapkan mampu untuk secara sadar dan aktif mengelola belajarnya   (Winataputra, 2007 :6.21). Keaktifan sebagai primus motor dalam kegiatan pembelajaran  dalam hal ini siswa dituntut untuk selalu memproses dan mengolah perolehan belajarnya ( Dimyati dan Mudjiono 2006 :51) . 
Paul B. Diedrich (dalam Hamalik  2010:172)  membuat suatu daftar  kegiatan aktivitas siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan.
2.      Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3.      Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, mendengarkan percakapan, mendengarkan musik, mendengarkan pidato.
4.      Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket menyalin.
5.      Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6.      Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.
7.      Mental activities, sebagai contoh misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
8.      Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.           
B.2 Prestasi Belajar
Kata prestasi menurut Depdiknas (2005: 859) adalah ”hasil yang telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan dan sebagainya”. Dalam Tes prestasi belajar , yang hendak diukur ialah tingkat kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan kepadanya. Untuk itu perlu dibedakan antara ”prestasi belajar” (achievement) dan ” hasil belajar ” (Learning outcome) , hasil belajar meliputi aspek pembentuka\n watak siswa sedangkan prestasi belajar hanya bersifat pengetahuan saja ( Depdiknas 2003 ) .Belajar menurut Slameto (2003: 2),  adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2010:27) mengatakan belajar adalah modifikasi untuk memperkuat tingkah laku melaui pengalaman dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Belajar menurut Kingsley (dalam Djamarah: 2008:13) adalah proses di mana tingkah laku ( dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktik dan latihan.
Berdasarkan  pendapat di atas disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh beberapa perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan latihan serta suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai suatu hasil latihan atau pengelaman dengan lingkungannya. Jadi Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seorang siswa setelah mengikuti pelajaran di sekolah sehingga terjadi perubahan dalam dirinya, dengan melihat hasil penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang di peroleh dalam proses pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Guru memberi penilaian dan evaluasi dari materi pembelajaran yang telah disajikannya . Penilaian dan evaluasi ini digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa yang merupakan tujuan dari pembelajaran.
C. Tutor Sebaya
Keberhasilan suatu program pengajaran tidak disebabkan oleh satu macam sumber daya tetapi disebabkan oleh perpaduan antara berbagai sumber daya saling mendukung menjadi suatu sistem yang integral.Oemar Hamalik  berpendapat sistem  tutorial adalah suatu sistem dalam memberikan bimbingan kepada siswa dalam hal ini siswa yang mengalami kesulitan tertentu (Hamalik,2010: 191) Sumber belajar tidak harus guru. Sumber belajar dapat dari orang lain yang bukan guru, misalnya teman dari kelas yang lebih tinggi, teman sekelas, atau keluarga di rumah.Tutor sebaya adalah sumber belajar selain guru, yaitu teman sebaya yang lebih pandai memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya di sekolah (Arikunto, 1992:72) .Bantuan belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan karena bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami.Dengan teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu dan sebagainya untuk bertanya ataupun minta bantuan. Maslow dan Bruner menyatakan dengan menempatkan  siswa dalam kelompok dan memberi tugas di mana mereka saling tergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas adalah cara yang mengagumkan untuk memberi kemampuan siswa dalam masyarakat (Silberman, 1996 : 9). Menurut Winataputra ( 2007 : 6.23 ) dalam proses belajar bersama, siswa berpikir dan bekerja sama dan saling mengamati, atau bahkan saling meniru  strategi pemecahan masalah dari temannya. Mereka berbagi informasi dan saling mengoreksi, bahkan berperan sebagai tutor sebaya untuk temannya.   .
 Langkah – langkah  Tutor Sebaya
 Penyelenggaraan tutor sebaya adalah sebagai berikut (Arikunto 1992 : 63).
1.         Pilihlah peserta didik yang dapat diterima oleh siswa yang lain
2.         Berikan tugas khusus untuk membantu temannya.
3.         Mempunyai daya kreativitas yang cukup untuk memberikan bimbingan
4.         Berikan pujian pada kedua belah pihak, agar baik anak yang membantu atau yang dibantu merasa senang.
Model tutor sebaya dirancang untuk mengembangkan sikap dan memperbaiki kebiasaan salah serta membantu di antara teman sebaya. Winataputra dalam Lestari ( 2007) memberikan beberapa saran untuk dapat berhasilnya program tutorial sebagai berikut
1.         Mulailah dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai.
2.         Jelaskan tujuan itu kepada seluruh peserta didik.
3.         Siapkan bahan dan sumber belajar yang memadai.
4.         Gunakan cara yang praktis.
5.         Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru.
6.         Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan pikiran yang diminta di kelas.
7.         Berikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor.
8.        Lakukan pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutorial.
D.  Materi Roh Kudus
                  Dalam Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas penulis memilih tiga materi /bahan ajar kelas lima semester dua yakni
1) Hidup baru dalam Roh Kudus yang bertitik tolak pada pengaruh Roh Kudus pada kehidupan manusia beriman  yang memberi daya juang dan menuntun orang untuk membuat pilihan yang positif dan lebih baik lagi.
2) Rupa – Rupa Karunia Roh Kudus  yang merupakan karunia yang telah diberikan Allah kepada manusia dan bagaimana cara manusia untuk mengembangkannya demi kebaikan bersama.
 3) Tempat Khusus untuk berdoamerupakan materi yang mengarahkan siswa pada sikap hormat pada tempat ibadat serta membangun sikap toleran pada agama lain sebagai bentuk penghormatan pada kepada Allah .
               Ketiga bahan ini penulis pilih karena dirasa sesuai dengan karakteristik  pendekatan Tutor sebaya, dengan demikian siswa dapat benar benar mampu mendalami, meyadari dan memahami peranan Roh Kudus didalam hidupnya serta dapat  mengaplikasikannya didalam  peribadahannya baik secara liturgis atau ibadat maupun hidup bermasyarakat, serta tumbuh kesadarannya untuk dapat bersikap sesuai dengan tuntunan Roh Kudus dalam mewujudkan tata kehidupan yang lebih baik. Sehingga siswa dapat lebih menghayati iman dan hidup keagamaannya dan melaksanakannya dengan penuh kesadaran.

III    METODE PENELITIAN

A.   Subjek Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Padangsari  02  Kecamatan Banyumanik Kota Semarang kelas V Semester 2 tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 10 peserta didik, yang terdiri dari 7 peserta didik laki-laki, dan 3 peserta didik perempuan. Penelitian dilaksanaan pada saat jam pembelajaran Agama Katolik dengan  alokasi waktu tiga pelajaran.
B.   Variabel Penelitian
Menurut Sukestiyarno dan Wardono ( 2009: 4) Variabel adalah  suatu objek yang harga untuk setiap objek bervariasi dan dapat diamati dibilang atau diukur. Variabel  utama dalam penelitian ini adalah variabel hasil belajar siswa meliputi :
  1. Keaktifan siswa
 dalam proses pembelajaran seorang siswa tidak dapat menghindar dari situasi.dan situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangkabelajar (Djamarah 2008 :38 ) .
  1. Prestasi belajar
Prestasi belajar merupakan hasil pelaksanaan tugas mengerjakan soal yang diukur dari jawaban  soal  tes  ( Masidjo 1995 : 38 ). Dan dalam Tes Prestasi belajar yang hendak diukur adalah bahan pelajaran yang diajarkan ( Depdiknas 2003 )

C.  Rencana Tindakan

Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan / implementasi, pengamatan / observasi, dan refleksi.
 Dengan rincian Siklus sebagai berilut
a.       Perencanaan
1.      Permasalahan diidentifikasikan dan masalah dirumuskan
1.      Merancang  pembelajaran sesuai dengan materi ajar.
2.      Menyiapkan alat peraga gambar
3.      Membentuk kelompok belajar peserta didik dengan metode tutor sebaya
4.      Indikator keberhasilan ditinjau dari aktivitas dan meningkatnya jumlah siswa yang tuntas  belajar.
b.      Pelaksanaan
1.      Guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan materi.
2.      Guru memberi penjelasan dan membagi kelompok Tutorial  .
3.      Guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal  dalam kelompok dipandu oleh Tutor.
4.      Guru memberikan penegasan  dan penguatan dari materi
5.      Peserta didik melaksanakan evaluasi secara individu.
c.       Evaluasi dan Pengamatan
1.      Guru pengamat mengamati jalannya proses pembelajaran dan memberi penilaian kemampuan peserta didik dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru.
2.      Teman sejawat selaku pengamat bersama guru peneliti menilai hasil latihan soal setelah peserta didik diberi tugas rumah secara individual.
d.      Refleksi
Guru peneliti berdiskusi dengan guru pengamat tentang hasil pengamatan untuk perbaikan pada pelaksanaan siklus II.

D.  Data Dan Cara Pengambilan Data

1. Sumber Data
Sumber data penelitian adalah peserta didik kelas V , SD Padangsari 02 Kota Semarang. Pengambilan data dilakukan selama penelitian berlangsung.
2. Jenis Data
a.       Hasil belajar berupa prestasi belajar  peserta didik kelas V SD Padangsari 02 Kecamatan Banyumanik Kota Semarang pada pokok bahasan Roh kudus dengan materi Hidup Baru dalam Roh Kudus, Karunia - Karunia Roh Kudus, Tempat -   tempat Khusus untuk berdoa
b.      Aktivitas siswa yang diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas peserta didik yang dilakukan teman sejawat  /guru pengamat dalam proses pembelajaran
1.   Cara Pengambilan Data
a.       Tes prestasi belajar peserta didik yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Tes merupakan alat ukur  yang dipakai guru untuk mengukur prestasi siswa yang berisi serangkaian pertanyaan yang distandarisasikan  (Masidjo 1995:38)
b.       Pengamatan terhadap aktivitas peserta didik dengan menggunakan lembar observasi pada saat pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh pengamat /teman sejawat.

E.  Indikator Keberhasilan        

Penelitian ini dikatakan berhasil apabila hasil belajar peserta didik pada pokok bahasan Roh kudus dengan metode tutor sebaya, pada peserta didik kelas V SD Padangsari 02   Kota Semarang  meningkat dengan :
1.      70 %  dari seluruh jumlah siswa aktif  dalam mengikuti pembelajar Agama  katolik.
1.      80 %  dari seluruh jumlah siswa tuntas dengan mendapat nilai minimal 70  atau sama dengan KKM sekolah.
IV.    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a.  Keaktifan siswa
                 Berdasarkan hasil penelitian terhadap aktivitas siswa, diperoleh adanya peningkatan pada siklus I ke siklus II dan ke siklus III. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan aktivitas siswa  pada siklus I mencapai 71,7 % , pada siklus II mencapai nilai 74,5% , dan pada siklus III mencapai nilai 80% Peningkatan ini terlihat dari intensitas bertanya, intensitas menjawab, berpendapat, dan mengerjakan tugas. Peningkatan ini disebabkan karena guru memberikan penguatan dan peneguhan serta penghargaan/pujian bagi para siswa yang berani berpendapat, dan memaksimalkan peranan tutor sehingga siswa merasa bahwa pengetahuan yang diperolehnya merupakan hasil dari belajar belajar bersama dan menjadikan sesuatu yang dialami tersebut menjadi miliknya serta dirinya merasa dihargai. Dengan demikian  pembelajaran siklus III  telah memenuhi indikator keberhasilan dibuktikan dengan sudah tercapai, Peningkatan  Aktivitas Siswa Klasikal pada Siklus I, II dan III dinyatakan dalam Gambar  4.4 di bawah ini.
Gambar 4.4. Peningkatan Aktivitas Siswa pada Siklus I, II dan III


Prestasi belajar
Dari pengolahan data berdasarkan hasil tes evaluasi setiap siklus diperoleh data untuk siklus satu hasil rata rata prestasi belajar siswa 73 , untuk siklus dua perolehan rata rata prestasi belajar siswa 75,5 dan pada siklus yang ketiga terjadi peningkatan untuk rata rata prestasi siswa menjadi 79 dengan ketuntasan belajar 100 %  berdasarkan data ini maka pengunaan metode tutor sebaya dapat membantu  meningkatkan prestasi belajar siswa. Penikatan ini  dikarenakan adanya kompetisi antarindividu dan kelompok menurut Djamarah (2008:161) Kompetisi merupakan alat utuk memotivasi dan mendorong siswa untuk bergairah dalam belajar, dan menjadi proses interaksi belajar mengajar yang kondusif dan ini dapat terjadi dalam suasana kerja kelompok. Oleh karena itu metode tutor sebaya dengan kerja  kelompok dapat menciptakan situasi kompetisi yang  positif.   adapun peningkatan prestasi ini dapat dilihat  melalui grafik  pada Gambar 4.5
               Gambar 4.5 Peningkatan Prestasi Belajar Siklus I, II, dan III
Penikatan Prestasi belajar siswa berdampak positif pula pada  ketuntasan belajar dalam  kelas dan tentunya juga menunjukan peningkatan  yang positif adapun  prosentase ketuntasan belajar siklus I sebesar 70 % , siklus II menjadi 90 %  dan pada siklus  III  mengalami peningkatan sebesar 100 % Grafik ketuntasan belajar siswa pada Siklus I, II dan III dinyatakan dalam Gambar 4.6
Gambar 4.6 Grafik Ketuntasan Prestasi Belajar Siswa Siklus I, II dan III
Berdasarkan hasil pengolahan data, penggunaan Tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik. Peningkatan hasil belajar ini dikarenakan dalam Tutor Sebaya siswa diajak menunjukan kemampuannya dan terlibat dalam proses pembelajaran.Proses dalam Tutor sebaya menumbuhkan sikap baru dan rasa tanggung jawabnya dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Maslow dalam Slameto (2003:75) Keinginan untuk diakui sama dengan orang lain merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Oleh karena itu belajar bersama dengan kawan kawan lain dapat meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa.Dalam Tutor sebaya ini siswa dimungkinkan untuk saling tukar menukar pengetahuan  dan pengalaman iman dari masing masing individu untuk dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian siswa dapat menyadari tugasnya sebagai peserta didik dan berusaha untuk meningkatkan prestasi belajar dan keaktifannya di dalam proses pembelajaran, untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan maksimal.

V.   PENUTUP
  1. Kesimpulan
Berpedoman dari hasil pembahasan atas data data yang diperoleh pada penelitian dapat disimpulkan bahwa Metode Tutor sebaya dalam pembelajaran PAK meningkat.Peningkatan ini dibuktikan dengan hasil yang dicapai pada saat tes akhir siklus III dan pengamatan aktivitas yang dilakukan oleh teman sejawat selaku Obsever (pengamat). Dengan uraian sebagai berikut :
1.      Aktivitas belajar siswa juga meningkat, pada siklus I rata-rata siswa yang aktif mencapai 71,7%, sedangkan pada siklus II menjadi 74,5% dan pada siklus III rata-rata siswa yang aktif mencapai 80 %.
2.      Hasil tes siklus I, nilai rata-rata 73 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar 7 orang dan ketuntasan belajar klasikal 70% . Pada siklus II nilai rata-rata 75  siswa yang tuntas belajar ada 9 orang dan ketuntasan belajar klasikal 90% sedangkan pada siklus III nilai rata-rata siswa klasikal 79 dan semua siswa  tuntas belajar (10 siswa) dengan demikian  ketuntasan belajar mencapai 100%.

  1. Saran
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan kelas di kelas V SDN Padangsari 02 Semarang, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.      Pembagian kelompok akan lebih baik jika setiap pertemuan pembahasan materi terjadi perubahan kelompok / berganti keanggotaannya, sehingga antarsiswa saling mengenal dan melatih bekerjasama serta memperkaya pengalaman.
2.      Tutor dipilih anak yang pandai dan mudah bergaul dan dapat diterima oleh temannya dan diberi pembekalan materi dan diajar secara khusus diluar jam sekolah
3.      Berilah petunjuk yang sejelas - jelasnya tetang apa yang harus dilakukan seorang tutor serta diberitahu sejauh mana tanggung jawabnya sebagai tutor.















DAFTAR  PUSTAKA
Arikunto. 1997 Pengelolaan Kelas .Jakarta : Depdikbud dan PT Rajawali.
Dalyono. 1998 Psikologi  Pendidikan . Jakarta  : Depdikbud dan PT Rieneke Cipta.
Darsono.2000 Belajar dan Pembelajaran.Semarang : CV Ikip Semarang Press.
Depdikbud. 1994 Pedoman Pelaksanaan proses Belajar Mengajar di sekolah Dasar
Departemen  Pendidikan Nasional . 2005 Kamus Bahasa Indonesia .Jakarta :Balai Pustaka.          
Dimyati dan Mujdiono .1999.Belajar dan Pembelajaran .Jakarta : Rieneke cipta.
Djamarah, 2008. Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneke Putra.
Hamalik  .2010 .Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara.
Masidjo.1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa disekolah. Jogyakarta:    Kanisus.
Pendidikan Agama Katolik  Sekolah Dasar , KBK 2004, Menjadi Murid Yesus. komisi kateketik KWI , Yogyakarta : Kanisius .
Permendiknas  22,23,  2006 Departemen pendidikan Nasional
Permendiknas 41 ,  2007Departemen pendidikan Nasional
Purwanto ,1992, Psikologi Pendidikan , Bandung : Depdikbud dan PT Remaja Rosdakarya.        
Sardiman  AM , 2004 , Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Slameto, 2003 Belajar Mengajar dan Faktor faktor yang mempengaruhinya, Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Sudjana, 2009 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : PT Remaja Rosdakarya .      
Winataputra dkk, 2007 Teori Belajar dan Pembelajaran , Jakarta: Universitas terbuka



Riwayat Penulis
Franciscus Setyo Budianto lahir di Semarang pada tanggal 05 Maret 1972 pendidikan terakhir S1 STPKat  St. Fransiskus Assisi  Semarang , bekerja di Kantor KementerianAgama Kota semarang dengan tugas sebagai guru agama Katolik di SD Srondol Wetan 06 dan SD Padangsari 02
Pendidikan :
 pendidikan dasar  di SD Christus Rex lulus pada tahun 1985 ,  melanjutkan  di SMP Santa Anna lulus pada tahun 1988, pendidikan SMA di tempuh di SMA Purusatama dan lulus pada tahun 1991, Pendidikan D2 ditempuh di IPI malang  lulus tahun 1993 , Untuk Jenjang S1 tempuh di STPKat Fransiskus Assisi Semarang  dan lulus pada tahun 2011

















      ANALISIS  PENGARUH  MOTIVASI ,IKLIM  ORGANISASI , DAN                                  PENGEMBANGAN   KEPROFESIAN  BERKELANJUTAN  TERHADAP      KINERJA  GURU  SMP N 18  SEMARANG
                                  Veronika Sunarningsih,S.Ag,MM
                                                     ABSTRAK
Pengaruh motivasi, iklim organisasi, dan pengembangan keprofesian  berkelanjutan ( PKB ) akan berdampak pada kinerja dan hasil kerja yang maksimal. Bagaimana meningkatkan kinerja pendidik adalah masalah dan tantangan yang dihadapi oleh pendidik di era abad 21 .Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi, iklim organisasi, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan ( PKB ) terhadap kinera guru.
Teori yang ada telah menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif motivasi terhadap kinerja pndidik , semakin besar pengaruh variabel motivasi maka akan meningkatkan kinerja. Motivasi , iklim organisasi , dan penegembangan keprofesian berkelanjutan   mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pendidik.
Kesimpulan penelitian ini memberikan konfirmasi dan mendukung teori yang ada bahwa motivasi, iklim organisasi, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan ( PKB ) berperan positif terhadap kinerja  pendidik.
Kata kunci : motivasi, iklik organisasi,PKB, dan kinerja







BAB I
Pendahuluan
1.1  latar belakang penelitian
Aktifitas yang dilakukan pendidik semakin penting dan menentukan sebuah
Kinerja yang kompetitif, menjadi tugas setiap pendidik untuk membangun komitmen kerja yang belajar dengan cepat,beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan.
Di era globalisasi sekarang ini menjadi pendidik yang profesional memiliki kompetensi paedagogi,kepribadian,sosial , dan profesional.Pendidik mempunyai peran dan fungsi yang sangat strategis. Kinerja pendidik akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan di Indonesia yaitu membentuk insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuha Yang Maha Esa , cerdas, memiliki ketrampilan tekhnologi, jiwa estetis, etis, berkepribadian dan berbudi pekerti yang luhur
Berdasarkan permenpan nomor.Per/16/M.PAN.RB/11/2009 tentang jabatan guru dan angka kreditnya pendidik sepanjang karier kerjanya membaharui pengetahuan dan kompetensinya. 
Kinerja pendidik dipengaruhi oleh motivasi, Yuan Ting (1996 ) melakukan penelitian mengenai pengaruh motivasi terhadap kinerja, dimana motivasi dapat diidentifikasikan sebagai bagian faktor pekerjaan yang sama baik dengan individu yang efeknya terhadap kinerja.
Variabel yang berpengaruh terhadap kinerja adalah iklim organisasi.Iklim organisasi merupakan suatu keadaan yang menggambarkan suatu lingkungan psikologis organisasi yang dirasakan oleh orang yang berada di lingkungan organisasi tersebut.
Dengan demikian apabila pegawai merasa bahwa iklim organisasi yang ada dalam organisasi tempat bernaung cukup kondusif dan menyenangkan baginya untuk bekerja dengan baik maka hal ini dapat membuat pendidik dapat meningkatkan kinerjanya.
Variabel lain yang berpengaruh terhadap kinerja adalah PKB yang merupakan pembaharuan secara sadar akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang kehidupan kerjanya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ( PKB ) akan berdampak pada konerja guru.
Dari uraian yang telah disampaikan tampak jelas bahwa motivasi, iklim organisasi, dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja guru.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dalam penelitian ini penulis ingin mlakukan kajian dengan judul “ANALISIS PENGARUH MOTIVASI, IKLIM ORGANISASI,     dan PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN TERHADAP KINERJA PENDIDIK SMPN 18 SEMARANG”
1.2 Perumusan masalah
            Tony Grundy ( 1997 ) mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan salah satu sarana untuk memperoleh keuntungan kompetitif, dengan demikian bagaimana sebuah institusi mengelola pegawainya yang memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap institusi dalam mencapai tujuannnya.
            Kinerja pendidik adalah tantangan dan masalah yang harus dipikirkan institusi agar hasil kerja pendidik maksimal. Berdasarkan latar belakang pertanyaan dan masalah yang sudah terurai di atas maka peneliti membuat perumusan masalah berikut :
  1. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja  pendidik SMPN 18    Semarang ?
  2. Bagaimana pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja pendididk SMPN 18 Semarang ?
  3. Bagaimana pengaruh Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan terhadap kinerja pendidik di SMP N 18 Semarang ?

1.3  Tujuan penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah yang sudah diuraikan di atas penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor  yang mempengaruhi kinerja pendidik yaitu :
1.      Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja pendidik SMPN 18 Semarang
2.      Menganalisis iklim organisasi terhadap kinerja pendidik SMP N 18 Semarang.
3.      Menganalisis Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ( PKB ) terhadap kinerja pendidik SMP N 18 Semarang.
1.4 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Memberikan sumbangan terhadap institusi / sekolah ,khususnya tentang pendidik.
2.      Memberikan bahan masukan dan pertimbangan bagi pimpinan SMPN 18 Kota Semarang dalam mengambil kebijakan-kebijakan untuk dapat meningkatkan kinerja pendidik.
3.      Memberikan bahan acuan peneliti selanjutnya serta bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Guru
            Isitilah kinerja/prestasi kerja meurut Bernadin dan Russel dalam Riky (2002).kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu berdasarkan alata ukur tertentu.
            Kinerja seseorang merupakan hal yang kompleks dan terpadu yang keberhasilannya dipengaruhi oleh beberapa faktor,baik faktor internal maupun faktor eksternal.Menurut Keith Davis (1984) menyatakan bahwa fakttor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan motivasi.
            Hasibuan (2003 : 94) menyatakan bahwa prestasi kerja adalaha suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang di bebankan padanya yang didasarkan atas kecakapan,pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
            Kinerja guru berarti prestasi kerja baik secara kualita maupun kuantitas yang dihasilkan oleh guru sebagai akibat dari pengaruh kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah secara bersama-sama.Glasser dalam (zamroni 1999 : 12) mengatakan bahwa kualitas sekolah erat hubungannya dengan kualitas yang dimiliki oleh setiap guru.
2.2  Motivasi
            Motivasi adalah diantara sekian banyak faktor determinan terhadap kinerja karna berhubungan erat dengan kebutuhan yang muncul dari manusia.Motivasi seseorang memegang peran penting dengan kinerja yang dihasilkan (pullins,et,al,2000) konsep motivasi dalam literatur seringkali ditekankan pada rangsangan yang muncul dari seseorang baik dalam diri maupun dari luar.
Faktor intrinsik adalah factor-factor dalam yang berhubungan dengan kepuasan antara lain keberhasilan mencapai sesuatu di dalam karir.Menurut Kinmar,at,al (2001) elemen dari motivasi intrinsik diantaranya : (1) ketertarikan pekerjaan; (2) keinginan untuk berkembang; (3) senang pada pekerjaan; (4) menikmati pekerjaan
            Menurut Landy dan Becker (Stonner et,al,1996:138) memberikan pandangan mengenai motivasi dikelompokan menjadi lima kategori yaitu teori kebutuhan,penguatan,keadilan,harapan,dan teori penetapan sasaran.Faktor yang digunakan sebagai indikator dalam mempengaruhi motivasi,yaitu keberhasilan dalam melakukan pekerjaan pengakuan,tanggung jawab,wewenang dan pengembangan promosi.
            Menurut (Herzberg dalam Stonner,1996:144) motivasi merupakan fungsi inti dari manajemen.Motivasi kerja adalah keadaan jiwa dan sikap mental  manusia yang memberi tenaga mengarahkan,menyalurkan,mempertahankan,dan melanjutkan tindakan dan perilaku tenaga kerja.
2.3 Iklim Organisasi
            Ada beberapa cara dalam mengidentifikasi iklim organisasi,salah satu definisi yang paling banyak digunakan adalah definisi yang diberikan Denison (1996),menyatakan iklim organisasi sebagai suatu sel dari sifat-sifat terukur (mesurable properties) dari lingkungan kerja yang dirasakan atau dilihat secara langsung oleh orang yang hidup dan bekerja dilingkungan tersebut dan diasumsikan mempengaruhi motivasi dan perilaku mereka.
            Iklim dapat mempengaruhi motivasi,prestasi,dan kepuasan kerja.Iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan tenaga kerja tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan.iklim yang mendukung seharusnya mencakup perilaku sebagai berikut: (Davis dan Newstrom,1990)
Hubungan antar personal
  1. Manajemen partisipatif
  2. Formalisasi dan standardisasi
  3. Pelatihan dan pengembangan
  4. Tunjangan finansial
  5. Obyektifitas dan rasionalitas
  6. Cakupan kemajuan
  7. Supervisi
  8. Perhatian terhadap kesejahteraan
  9. Keselamatan dan keamanan

2.4 Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
            Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan merupakan pembaharuan  secara sadar akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang kehidupan kerjanya. Tujuan khusus Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) sebagai berikut :
  1. Memfasilitasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan.
  2. Memfasilitasi guru untuk terus menerus meningkatkan kompetensinya
  3. Memotivasi guru untuk tetap mempunyai komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga yang profesional.
  4. Memotivasi guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah.
  5. Mengangkat harkat,martabat rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB ) terdiri dari 3 unsur pengembangan diri yaitu mengembangkan dirinya melalui karya yang inovatif yang dapat dilakukan dengan diklat fungsional dan kegiatan kolektif  guru, publikasi ilmiah yaitu guru menuangkan hasil karya ilmiahnya dalam bentuk tulisan.Jenis kegiatan dalam publikasi ilmiah antara lain :presentasi pada forum ilmiah, hasil penelitian, tinjauan ilmiah, tulisan ilmiah populer, artikel ilmiah, buku pelajaran, modul/diklat, buku dalam bidang pendidikan, karya terjemahan, dan buku pedoman guru.Karya inovatif  dapat dilakukan dengan kegiatan:
Menemukan tehnologi tepat guna,menemukan atau menciptakan karya seni, membuat/memodivikasi alat pelajaran/peraga/praktikum,mengikuti penyusunan standar,pedoman penyusunan soal dan sejenisnya.
2.5 Kerangka Pikiran
            Motivasi merupakan faktor yang mempengaruhi pekerja.Seorang guru akan termotivasi untuk menjalankan upaya yang tinggi apabila guru meyakini bahwa upaya itu memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukan.Sedangkan iklim organisasi merupakan suatu keadaan atau sifat-sifat yang menggambarkan suatu lingkungan psikologis yang dirasakan oleh orang yang berada di lingkungan organisasi tersebut yang juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja.Apabila guru merasa bahwa iklim organisasi yang ada dalam organisasi tempat bernaung cukup kondusif dan menyenangkan baginya untuk bekerja dengan baik maka hal ini akan dapat membuat guru meningkatkan kinerjanya.Dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah dengan mengembangkan pengetahuan dan menghasilkan karya-karya ilmiah.Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran pada penilitian ini adalah sebagai berikut
Gambar 1
Pengaruh Motivasi Iklim Organisasi dan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Terhadap Kinerja Guru


 


KINERJA GURU (Y)
 
IKLIM ORGANISASI (X2)
 
           








 





2.6 Hipotesis
            Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :
a)      Terdapat pengaruh yang siknifikan anatara motifasi terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang
b)      Terdapat pengaruh yang signifikan anatara iklim organisasi terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang
c)      Terhadap pengaruh yang signifikan antara pengembangan keprofesian berkelanjutan terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang
d)     Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi,iklim organisasi dan pengembangan keprofesian berkelanjutan teradap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang

















BAB III
Metode Penelitian
3.1 Jenis dan Lokasi Penelitian
            Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Explanatorydimana penelitian ini menggunakan dan menyoroti antara variabel-variabel,penelitian ini juga merupakan penelitian survey yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.Lokasi penelitian di Kota Semarang tepatnya di SMPN 18 Kota Semarang.Dengan sasaran penelitian adalah seluruh guru SMPN 18 Kota Semarang.
3.2 Populasi dan Sample
Populasi didefinisikan sebagai keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,1998:115),dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMPN 18 Kota Semarang yang berjumlah 49 orang.
Sample tersebut dapat mewakili populasi jika n adalah jumlah elemen sample dan N adalah jumlah elemen popolasi,maka n < N (Supranto,2000:22).Teknik pengambilan sample dengan menggunakan stratified random sampling yaitu sekelompok subjek secara acak bedasar ciri atau sifat-sifat tertentu yang dianggap memiliki hubungan erat dengan sifat populasi.
3.3 Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah
1.      Qustioner (daftar pertanyaan)
Peneliti mebagikan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang mengandung butir-butir motifasi,iklim organisasi pkb dan kinerja
2.      Interview (wawancara)
Dalam proses pengumpulah data peneliti menggunakan wawancara secara tidak struktur yaitu dengan mengajukan prtanyaan langsung kepada guru SMPN 18 Kota Semarang pada saat jam-jam istirahat.
3.5 Tehnik Analisis Data
            Dalam penelitian ini digunaka dua analisis  yaitu analisis deskriptif  dan kuantitatif.Adapun masing-masing  pengertian tersebut adalah berikut :
  • Analisis data deskriptif yaitu analisis yang bersifat memberikan keterangan dan penjelasan untuk mendapatkan gambaran masalah yang menjadi objek penelitian.
  • Analisis data kuantitatif adalah metode dengan mengumpulkan,menyajikan,dan menganalisis data yang menggunakan angka-angka perhitungan dengan pembuktian secara statistic,sedangkan teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji asumsi klasik,uji regresi linier berganda,pengujian hipotesis dengan uji t (parsial),uji f dan koefisien determinan.













BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.      Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja.hal ini berarti apabila motivasi meningkat maka kinerja juga meningkat demikian uga sebaliknya apabila motivasi menurun atau memburuk maka kinerja guru juga menurun atau memburuk.
2.      Iklim organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang artinya bila iklim organisasi membaik atau meningkat maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang juga membaik atau meningkat.Demikian juga sebaliknya bila iklim organisasi memburuk atau menurun maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang juga memburuk.
3.      Pengembangan keprofesian berkelanjutan mempunyai pengaruh  positif terhadap kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang artinya bila pengembangan keprofesian berkelanjutan membaik atau meningkat maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang juga membaik atau meningkat.Demikian juga sebaliknya bila pengembangan keprofesian berkelanjutan memburuk atau menurun maka kinerja guru SMPN 18 Kota Semarang  juga memburuk.
4.2 Saran
            Untuk meningkatkan motivasi di lingkungan guru SMPN 18 Kota Semarang yang dapat dilakukan dengan berusaha pimpinan atau kepala sekolah selalu memantau pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan guru,sehingga guru dalam pelaksanaan pekerjaannya mendapatkan hasil yang baik.Untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif di lingkungan sekolah SMPN 18 Kota Semarang maka kepala sekolah secara rutin memberikan fasilitas pelatihan dan pengembangan yang cukup bagi guru,sedangkan untuk  menumbuhkan minat menulis/menciptakan karya ilmiah kepala sekolah dapat memfasilitasi adanya pelatihan dan pengembangan bagi guru.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi,2002,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Edisi
            Revisi v.Rineka Cipata.Jakarta
Baron A.Robert dan Jerald Greenberg,”Behavior in Organization:Understanding
and Managing the Human Side of Work”,Allyn and Bacon,Boston London,Sydnay,Toronto,1990
Denison et al...,”Leader Behavior,Work-Attitudes,and Turnover of Sales People
An Integrative Study”,Journal of Personal Selling and Sales Management,Vol XVI.No.2 (Sprinf 1996,pages 12-23)
Grundi T,1997,Manajemen Sumber Daya Manusia,edisi ke 2,Yogyakarta,:Andi
Offset
Thoha Miftah,2001,Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan
Aplikasinya,PT.Grafindo Persada,Jakarta
Yuan Ting,”Analisis of  Jobs Satisfaction of  the Federal White Cllor Work
Force:Finding from The Survey of  Federal  Employe”,Journal Amarican Review of  Public  Administration,1996,vol.26,no.4





120710-082507.jpgVeronika Sunarningsih,S.Ag,MM,lahir di Semarang , 12 Juli 1970.Sekolah Dasar Karang Bolong,Magelang (1982), SMP Kanisius Raden Patah Semarang (1985),SMA Ignatius , Semarang (1988), Diploma 3 Pusat Informasi Katholik,Semarang( 1993) Sarjana Agama dari Institut Pastoral Indonesia,Malang (1997).Magister Manajemen dari Universitas Islam Sultan Agung,Semarang (2008).Tahun 1993-1995 mengajar di SD Marsudirini, Jakarta, Tahun 1998-2001 mengajar di SMP Institut Indonesia ,Tahun 1999-2008 mengajar di SMP Mardisiswa Semarang, Tahun 2001 diangkat menjadi CPNS dilingkungan Bimas Katholik Kementerian Agama Kota Semarang.Tahun 2004 diangkat menjadi PNS bekerja sebagai guru Agama Katholik di SMP 1, SMP 18, dan SMP 31 Semarang sampai sekarang.
120710-082507.jpg






PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BUDAYA JAWA
Eksistensi Yang Saling Membutuhkan

Oleh : Mulyono *)



Abstrak



                        Pendidikan Karakter sangat penting diberikan pada siswa dari tingkat Dasar atau Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA), SMA, MA, SMK justru sangat tepat ditanamankan sejak PAUD. Ada 18 pendidikan karakter yang telah di tetapkan, dalam perkembanganya mungkin bisa lebih. Sebenarnya pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan pendidikan yang diberikan dalam keluarga, utamanya keluarga suku jawa, yang kemudian dikenal dengan unggah-ungguh, tata krama. Ke 18 yang dimaksud adalah “Religi, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri,, Demokrasi, Rasa ingin tahu, Semangat Kebangsaan,Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung Jawab”
Pada pendidikan keluarga jawa diajarkan sopan-santun, andap asor, yang juga dikenal dengan unggah-ungguh. Juga diajarkan Hasta Sila, yang terdiri dari Tri Sila(Eling, Pracaya, Mituhu)dan Pancasila(rila, narima,temen sabar dan budi luhur).Diajarkan memberikan sesutu dengan iklas dan tanpa paksaan, dimaksud memberikan sesuatu tanpa mengharapkan balasan.
Diharapkan memberikan atau menyajikan pelajaran di sisipkan atau di sertakan pendidikan karater sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan.
Kesimpulan pembentuan Karakter perlu di integralkan melalui pembelajaran      

Kata Kunci : Pendidikan Karakter-Jawa-Moel
                                                                                                                                        





I.    Pendahuluan

Pembelajaran Agama, khususnya Agama Katholik adalah prosespembelajaran  interaksiantara peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar berjalan  efektif dan efisien. Mengingat keragaman budaya, latar belakang dan karakteristik peserta didik, maka pelajaran agama katholik perlu menyesuaikan program pemerintah tentang pendidikan karakter.. Sebenarnya pendidikan agama sudah memuat pendidikan budi pekerti yang juga pernah diberikan pada pelajaran PKn dan PSPB di samping pelajaran Agama. Rencana kedepan pendidikan  karakter akan dimulai pada pelajaran Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Sosiologi dan Matematika, kemudian diwajiban setiap mata pelajaran.

II. RUMUSAN MASALAH
              Dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), banyak Kendala dalam penyampaian materi, termasuk diantaranya:
a.Apakah Pelajaran Agama Khususnya Agama Katholik di tingkat Pendidikan Dasar sudah ada keseragaman.
b.Apakah dalam KBM sudah dimasukkan pelajaran Budi Pekerti, yang sekarang di perluas menjadi Pendidikan Karakter
c.Apakah pendidikan karakter ada pengaruhnya terhadap pendidikan agama Katholik.
III.TUJUAN PENULISAN MAKALAH
        Tujuan penulisan makalah dalam seminar ini adalah :
      a.Pentingnya keseragaman dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Agama   Katholik, agar materi yang diberikan sesuai dengan tujuan, yaitu pencapaian Silabus dan RPP yang di buat. 
b.Pentingnya pendidikan karakter sebagai langkah lanjut dalam pendidikan Budi Pekerti.
c.Terbentuknya siswa yang militan dan Religius.

IV.PEMBAHASAN
                  Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) agama katholik dapat memasukkan unsur-unsur budaya dalam pendidikan karakter diantaranya di tunjukkan sebagai berikut :
a.Budaya Jawa adalah seluruh aspek kehidupan masyarakat Jawa sebagai perwujudan dari cipta, rasa, karsa, dan karyanya. Unsur-unsur budaya Jawa meliputi filsafat Jawa, religiusitas Jawa, bahasa dan sastra Jawa, kesenian Jawa, sejarah Jawa, sistem sosial Jawa, sistem ekonomi Jawa, ilmu pengetahuan & teknologi Jawa, dll.Sifat dasar budaya Jawa religius, non doktriner/ non dogmatis, toleran, akomodatif, optimistik (Sujamto, 1992).Kebudayaan Jawa bersifat sinkritis (H. Geertz) atau Tantularis (Sujamto) karena menyatukan atau mengakomodasikan unsur-unsur pra Hindu, Buda, Hindu-Jawa, dan Islam sedang kristiani datang belakangan (karena melalui dokmatis dan ajaran gereja).
b.Sebagai ilustrasi dalam pendidikan karakter, Dalam Ajaran Islam, Islam masuk dan berkembang di Jawa berkat kerja keras para pedagang dari gujarad. Sambil mengembangkan misi keagamaan mereka memanfaatkan teknik-teknik dagang menyebarluaskan ajaran Islam (Poerbatjaraka, 1954). Dengan demikian penyebaran agama Islam tidak dilakukan dengan cara konfrontatif dan kekerasan.
Pemeluk Agama Hindu dan Agama Budha serta kepercayaan asli Jawa dengan segala tata cara ritualnya tidak dihabisi begitu saja. Masyarakat Jawa dengan tata cara ritual keagamaan dan kepercayaan sebelumnya secara bertahap dimasuki nilai-nilai ke Agamaan.Ajaran Kristiani masuk dan berkembang di Nusantara melalui dan dibawa oleh pedagang VOC dan para misionaris (Pastur, Bruder dan Suster).Dengan tekun membaur dengan masyarakat Jawa utamanya memberikan layanan dengan kasih.
c.Orang Jawa percaya dan berlindung pada Sang Pencipta Dzat Yang Maha Tinggi.Orang Jawa yakin bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam.Antara keduanya saling mempengaruhi bahkan saling memiliki ketergantungan.Manusia Jawa menjalin kebersamaan dan hidup rukun saling menghormati, tenggang rasa, menjaga ketentraman.Sikap saling menghormati dapat dicapai melalui 3 perasaan yaitu “isin”,“sungkan”, dan “wedi” (H.Geertz, 1973).Sikap mental Jawa, pandangan hidup Jawa analog dengan sikap hidup orang Jawa atau bisa juga sikap hidup masyarakat Jawa pada tempat-tempat tertentu.Pandangan hidup Jawa merujuk kepada unsur sentral kebudayaan Jawa ialah sikap “rila”, “narima”, dan “sabar”.Implementasi dari pandangan hidup tersebut berupa sikap hidup yang disebut pasrah dan sumeleh.Indikator sikap hidup Jawa tersebut adalah: “rila”, “narima”, “temen”, “sabar”, “berbudi luhur”, “eling”,“percaya”, “mituhu”, “mawas diri”, “satriya pinandhita”, “rukun”, “sepi ing pamrih” (Serat Sasongko Jati). Indikator-indikator inilah yang selalu diusahakan dalam kehidupan sehari-harinya.Orang Jawa menjunjung tinggi amanat yang berwujud sesanti “memayu hayuning bawana” (E. Suwardi, 2005).Dalam penyampaian pendidiqan Karakter di implentasian dengan pelajaran yang sesuai, diantaranya adalah Bertakwa (religious),Bertanggung jawab (responsible),Berdisiplin (dicipline),Jujur (honest), Sopan (polite),Peduli (care),Kerja keras (Hard work), Sikap yang baik (good attitude),Toleransi (tolerate),Kreatif (Creative), Mandiri (independent),Rasa Ingin Tahu (curiosty),Semangat Kebangsaan (Nationality Spirit),Menghargai (Respect),Bersahabat (Friendly),Cinta damai (Peace Ful).
d.AjaranJawa yang kemudian sebagai budaya jawa sangat terasa diberikan secara turun temurun, dipengaruhi budaya Hindu dan Budha dimana diajarkan. Bangsa Indonesia saat ini krisis karakter, meskipun dunia mengakui bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya, sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur. Indikasi tercermin ketika mencari dedalane guna lawan sekti (jalan kesaktian), bangsa kita tidak lagi memakai jalan luhur kudu andap asor (penuh kesatuan). Nilai Karater dapat di Implementasian dengan sikap jujur, berbudaya, teliti, cermat, cerdas, cerdi dan tidak mengedepankan ambisi dengan mencari menang sendiri. Kesimpulan pembentuan Karakter perlu di integralkan melalui pembelajaran

V. PENUTUP
1. KESIMPULAN
                  Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) agama katholik dapat memasukkan unsur-unsur budaya dalam pendidikan karakter diantaranya di tunjukan sebagai berikut :
a.Sifat dasar budaya Jawa religius, non doktriner/ non dogmatis, toleran, akomodatif, optimistic. Kebudayaan Jawa bersifat sinkritis atau Tantularis, karena menyatukan atau mengakomodasikan unsur-unsur pra Hindu, Buda, Hindu-Jawa, dan Islam sedang kristiani datang belakangan (karena melalui dokmatis dan ajaran gereja).
b.Indikator sikap hidup Jawa tersebut adalah: “rila”, “narima”, “temen”, “sabar”, “berbudi luhur”, “eling”,“percaya”, “mituhu”, “mawas diri”, “satriya pinandhita”, “rukun”, “sepi ing pamrih”
c.Indikasi tercermin ketika mencari dedalane guna lawan sekti (jalan kesaktian), bangsa kita tidak lagi memakai jalan luhur kudu andap asor (penuh kesatuan). Nilai Karater dapat di Implementasian dengan sikap jujur, berbudaya, teliti, cermat, cerdas, cerdi dan tidak mengedepankan ambisi dengan mencari menang sendiri.
d.Bangsa Indonesia saat ini krisis karakter, meskipun dunia mengakui bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya, sopan, santun, dan berbudi pekerti luhur. Indikasi tercermin ketika mencari dedalane guna lawan sekti (jalan kesaktian), bangsa kita tidak lagi memakai jalan luhur kudu andap asor (penuh kesatuan). Nilai Karater dapat di Implementasian dengan sikap jujur, berbudaya, teliti, cermat, cerdas, cerdi dan tidak mengedepankan ambisi dengan mencari menang sendiri. Kesimpulan pembentuan Karakter perlu di integralkan melalui pembelajaran



2.SARAN
1.Setiap pendidik diharapkan menguasai bidang studi yang di ajarkan, kemudian pendidikan karakter baru di implementasikan dalam silabus dan juga pada RPP.
     2.Keseragaman dan kesamaan langkah dalam KBM agama katholik agar persepsi yang diterima muridpun sama.

--------------------------------------------------------------------------------
. Pangestu (Paguyuban Ngesthi Tuggal), inti sari  kitab Sasongko Jati
.Diambil dari naskah pendidikan karater oleh Dr.Sudharto, MA, pada Sarasehan budaya selasa kliwon YSBJ Kanthil, 30 April 2012 di museum ronggowarsito semarang
Diambil IGKasimo, buku  pendidikan agama katolik  terbitan kanisius Yogyaarta
Disampaikan pada Seminar Ilmiah tentang Pendidikan Karakter MKKS Kab   Wonogiri dan Kepala SMP se eks Karesidenan Surakarta oleh Prof Dr Wedha Sunarno, M.Pd (Guru Besar Fisika FKIP UNS Surakarta), Kamis, 5 Juli 2012.


2.SARAN
   1. Setiap pendidik diharapkan menguasai bidang studi yang di ajarkan, kemudian pendidikan karakter baru di implementasikan dalam silabus dan juga pada RPP.
2. Keseragaman dan kesamaan langkah dalam KBM agama katholik agar persepsi yang diterima muridpun sama.

VI.DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 1997 Pengelolaan Kelas. Jakarta : Depdikbud dan PT Rajawali.
  Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Atas (SMA,SMK), 2004
Soetomo, Prof. Dr. Dr, Pendidikan Karakter, Disampaikan dalam penataran guru agama katholik se Jawa Tengah
            Sudjana, 2009 Penilaian Hasil Proses Belajar, Bandung : PT Remaja 
                               Rosdakarya
            Sasongko Jati, Pangestu
         Sudharto, Dr, MA, Sarasehan Budaya Selasa Kliwon YSBJ Kanthil


Lampiran 1
    Sedangkan Nilai Karakter yang hendak di capai adalah :
Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Kaarakter Bangsa
NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari  sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.


11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman ataskehadiran dirinya.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


Diambil dari pendidikan Karakter Kemendinas 2009.
*) Mulyono (Drs. Mulyono, M.Pd., M.Par.) Mantan angota MGMP Agama Katholok SMA/SMK KotaSemarang.Mantang Ketua MGMP Bhs Jawa Kota Semarang, Ketua Forum MGMPBhs Jawa, Jawa Tengah, Pegiat FMKI Keuskupan Agung Semarang, Pegiat YSBJ Kanthil, Guru Matematika, Bahasa Jawa, Agama Katolik SMA Negeri 9 Semarang dan Guru SMK Keperawatan Husada Nusantara Semarang,Tutor (Dosen) Matematika dan Statistik UT, Dosen PTS Kebudayaan dan BahasaJawa.


VII.  DSC_0039 BIODATA PENULIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Mulyono, terlahir Sinu Mulyono, di Desa Papringan Kec. Kaliwungu Kabupaten Semarang, 14 Oktober 1957 dari AyahRSoediran Kartopawiro dan Ibu sebagai Petani. SD, SMP diselesaikan di Desa, SLTA di SMA Kanisius Slamet Riyadi Jurusan Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam di Surakarta lulus th 1976, tahun 1978 meneruskan pada FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Jurusan Matematika, lulus Deploma III th 1982 dilanjutkan ke Doktoral, lulus th 1984. Th 2005 mendapatkan kesempatan meneruskan S-2 Pascasarjana UNNES pada prodi MIPA Jurusan Matematika lulus (M.Pd) November 2007. Pada bulan November 2008 masuk Pascasarjana (S-2) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Pariwisata Indonesia (STIEPARI) mengambil Jurusan Magister Manajemen Pariwisata dan Perhotelan, lulus (M.Par) Maret 2012.
Karier dimulai dari Guru SMA Kanisius Slamet Riyadi Surakarta, SMA Tunas Pembangunan 1 (dulu Tunas Jaya) dan SMA Murni Surakarta pada tahun 1978 s.d 1982 mengampu bidang studi Matematika, Fisika, Geografi dan Menggambar, serta Bimbingan Belajar (STUPA, Ganeca EXACT dan Neutron) di kota Surakarta. Pada tahun 1983 sampai sekarang sebagai Guru SMA Negeri 9 Semarang mengampu bidang studi Matematika, Bahasa Jawa dan Agama Katholik, pernah mengajar di SMA PGRI 4 Semarang (bubar th 1990), SPK PPNI (Sekolah Perawat Kesehatan, bubar 2009), tahun 1987 – 1990 sebagai Guru Inti Matematika Kab. Semarang dan Kota Salatiga, sebagai Widya Iswara PT KA (dulu PJKA th 1988 s.d 2001). Sekarang masih mengampu bidang studi Matematika di SMK Ignatius Semarang, Seni Budaya dan Bahasa Jawa di SMK Keperawatan Husada Nusantara, Tutor (Dosen) Matematika dan Statistik UT (Universitas Terbuka) UPBJJ Semarang th 2008 s.d sekarang, Dosen Tidak Tetap bidang studi Matematika, Statistik, Manajemen, Seni Budaya dan Bahasa Jawa di beberapa Perguruan Tinggi sampai sekarang. Di bidang profesi sebagai pegiat dan Pengurus YSBJ (Yayasan Studi Bahasa Jawa) Kanthil Jawa Tengah sejak th 2009 s.d sekarang, mantan ketua MGMP Bahasa Jawa kota semarang, sejak Juli 2009 s.d sekarang sebagai Ketua Forum Komunikasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Jawa (FKMGMPBJ) Jawa Tengah. Banyak mengisi rubrik dibeberapa media baik cetak maupun elektronik dengan nama samaran Ki Mayangkara atau M Sinu Kerto



Metode Pembelajaran Dalam Pendidikan Agama Katolik [1]
Oleh : Drs. Damianus Nursih Martadi[2]
ABSTRAK
Pembelajaran merupakan proses interaksi antar peserta didik, guru dan sumber pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,  memberi kesempatan  yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,  kemandirian sesuai dengan bakat, minat serta perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, mengamanatkan bahwa salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran; berlaku bagi tingkat pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal;mencakup  perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta pengawasan proses pembelajaran agar dapat  terlaksana dengan efektif dan efisien.
Pemilihan metode pembelajaran erat berhubungan  dengan strategi  pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat  agar kompetensi dasar yang ditetapkan  dapat tercapai. Strategi pembelajaran yang tepat sekarang ini dikenal   dengan terminologi Pembelajaran Aktif.
Motode pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran  yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan  dapat dicapai lebih efektif dan efisien.
Loka karya Komisi Kateketik KWI di Malino (1981) menghasilkan metode pembelajaran yang perlu dikembangkan, yaitu metode pembelajaran pergumulan pemahaman iman.Metode  ini, mengajak peserta didik untuk menggumuli pemahaman imannya. Agar  proses tersebut berdayaguna, guru hendaknya memberikan suasana pembelajaran yang terbuka, ramah, dialogis dan menyenangkan.
Metode mengajar yang bervariasi perlu dimiliki oleh pendidik dan dipraktekkan pada saat mengajar.

Kata Kunci: Metode, Pembelajaran, Pendidikan Agama Katolik

Pengantar                                                                                              
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar berjalan  efektif dan efisien. Mengingat keragaman budaya, latar belakang dan karakteristik peserta didik, serta tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dituntut agar  fleksibel, luwes, bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah semestinya interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan  memberi kesempatan  yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat serta perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005[3], mengamanatkan bahwa salah satu standar yang dikembangkan adalah standar proses. Standar Proses adalah Standar Nasional  Pendidikan berkenaan  dengan pelaksanaan pembelajaran pada suatu Satuan Pendidikan demi mencapai kompetensi lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan  dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik  Indonesia. Standar proses berlaku bagi tingkat pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, baik sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar Proses mencakup  perencanaan, pelaksanaan, penilian serta pengawasan agar proses pembelajaran dapat  terlaksana dengan efektif dan efisien.
I.     Pendahuluan
A.   Latar Belakang Masalah
Pemilihan metode pembelajaran erat hubungannya  dengan strategi  pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat tentang  kegiatan pembelajaran agar kompetensi dasar yang sudah ditetapkan  dapat tercapai. Startegi yang dipilih pada adalah strategi yang memampukan siswa semakin dalam belajar.Strategi pembelajaran yang tepat sekarang ini dikenal   dengan termonologi Pembelajaran Aktif. Pembelajaran merupakan sebuah usaha untuk   menciptakan iklim dan suasana serta  pelayanan terhadapkemampuan, potensi, minat, bakat, serta kebutuhan siswa (peserta didik) yang majemuk agar tercipta  interaksi optimal antara guru dengan  siswa,  dengan siswa dengan siswa. Di sekolah, tindakan pembelajaran ini dilakukan oleh narasumber guru terhadap siswa.Jadi  padahakekatnya strategi pembelajaran berkaiterat  dengan pemilihan metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Penerapan suatu metode  pembelajaran berhubungan  dengan pembelajaran aktif, akan melibatkan metode pembelajaan yang variatif.
Metode pembelajaran adalah penerapan model, pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan atau kompetensi hasil belajar yang diharapkan  dapat dicapai secaraefektif dan efisien.
Kegiatan pembelajaran di kelas disebut metode pembelajaran apabila terdapat unsur-unsur:
1. kajian ilmiah dari penemunya, 
2. tujuannya,
3. tingkah laku yang spesifik, dan
4. kondisi khusus yang diperlukan agar  pembelajaran  berlangsung efektif.
Proses pembelajaran  mensyaratkan hubungan intensif   antara anak  didik dengan  guru. Peserta didikadalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang diperlukan, sedangkan guru merupakan orang yang menjalani profesi sebagai pengolah kegiatan pembelajaran dan peranan lain yang mendukung  terselenggaranya kegiatan pembelajaran  yang efektif.

Kegiatan pembelajaran  memilikibeberapa komponen, yaitu peserta  didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah terciptanyaperubahan perilaku positif dari anak didik sesudahselesai  mengikuti serangkaian  kegiatan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran sebagai out come atau hasil akhirmengandaikan adanya metodologi mengajar yang berdaya guna.Karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh  cara mengajar guru, maka metodologi mengajar semestinya dikuasai  oleh guru atau pendidik. Apabila gurucara mengajarnya menyenangkan dan enak menurut anak didik, maka dapat diandaikan mereka akan tekun, rajin, antusias mengikuti kegiatan pembelajaran , dan pada gilirannya dapat diharapkan akan terjadi perubahan perilaku pada diri anak didik siswa.
Metodologi mengajar banyak ragamnya. Oleh karena itu kita, sebagai pendidik,  dituntut menguasainya, agar dalam proses pembelajaran tidak hanya menggunakan satu metode saja, tetapi variatif, sehinggatujuan pengajaran yang telah ditentukan dapat tercapai. Mengingat metode mengajar dalam proses pembelajaran sangat penting maka penulis hendak membahas tema sekaligus judul tulisan ini "Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Agama Katolik”.


B. Batasan Pengertian
1. Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari bahasa Yunani:  " Meta " dan " Hodos " meta artinya jauh (melampaui), Hodos artinya jalan (cara). Metodologi adalah ilmu mengenai cara-cara mencapai tujuan.

2. Pengertian Mengajar
Beberapa definisi tentang mengajar[4]:
1. Arifinmendefinisikan bahwa mengajar adalah " . suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu ".

2. Tyson dan Caroll mengemukakan bahwa mengajar adalah:” a way working with students ... A process of interaction .the teacher does something to student, the students do something in return”. Dari definisi itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.

3.  Nasutionberpendapat bahwa mengajar adalah "suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar".

4. Tardifmerumuskan bahwa mengajar adalah “any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar”.
5.  Biggs, seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu :

a. Pengertian Kuantitatif, mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya.Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
b. Pengertian institusional, mengajar berarti “the efficient orchestration of teaching skills”, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan dan kebutuhannya.

c. Pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai “the facilitation of learning”, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.

Dari aneka definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan sistematik dari suatu lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik yang saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran dapat dicapai.
3. Pengertian Metodologi Mengajar
Berdasar berbagai definisi metodologi dan mengajar tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian metodologi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik, yaitu terpacainya tujuan pengajaran tercapai.

Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan,  maka pendidik  perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Metode pempelajaran apakah yang tepat digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik?

D. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan karya tulis ini bertujuan memberikan informasi kepada pembaca mengenai perlunya pendidik menguasai metodologi mengajar, dan menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran, agarmateri yang disampaikan dapat  diterima dan tercerna oleh peserta didik, dan diwujudnyatakan dalam sikap dan perbuatan  dalam kehidupan sehari-hari.
II. PEMBAHASAN
Dalam tulisan ini saya hendak melangkah dalam dua tahap:
1.      Membahas metode pembelajaran pada umumnya dan
2.      Membahas metode pergumulan atau pergulatan iman dalamPendidikan Agama Katolik.
Marilah kita melangkah tahap demi tahap.
1.        Metode Pembelajaran Pada Umumnya
Beberapa metode mengajar yang dapat divariasikan oleh pendidik diantaranya :
1. Metode Ceramah (Preaching Method)
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan referensi atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan pemahaman siswa.
Kelemahan dan kelebihan metode ceramah[5]
Kelemahan
Kelebihan
a. Membuat siswa pasif
b. Mengandung unsur paksaan kepada siswa
c. Menghambat daya kritis siswa
d. Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
e. Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
f. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
g. Bila terlalu lama membosankan.
a. Guru mudah menguasai kelas.
b. Guru mudah menerangkan bahan  
     pelajaran berjumlah besar
c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah
besar.
d. Mudah dilaksanakan


2.      Metode diskusi ( Discussion method )
Muhibbin Syah, dalam Syaiful Bahri Djamarah[6] mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).

Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
a. Mendorong siswa berpikir kritis.
b. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
c. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
d. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan dan kekuranga metode diskusi
Kelebihan
Kekurangan
a. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
b. Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
c. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi.
a. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
d. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal


3. Metode demontrasi ( Demonstration method )
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.

Metode demonstrasi[7] adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. 

Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi[8] adalah :
a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa
Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi
Kelebihan
Kekurangan
a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu kerja suatu benda.
b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan .
c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melaui pengamatan dan contoh konkret, drngan menghadirkan obyek sebenarnya.
a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan
c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan

4. Metode ceramah plus
Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu :

a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (CPTT).
Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan pemberian tugas.

Metode campuran ini idealnya dilakukan secar tertib, yaitu :
1). Penyampaian materi oleh guru.
2). Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa.
3). Pemberian tugas kepada siswa.

b. Metode ceramah plus diskusi dan tugas (CPDT)
Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi tugas.
c. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill)

5. Metode resitasi ( Recitation method )
Metode resitasi adalah suatu metode mengajar yang mengharuskan  siswa  membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan dan kekurangan metode resitasi[9]
Kelebihan
Kelemahan
a. Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
b. Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
a. Terkadang anak didik melakukan penipuan, yaitu anak didik hanya meniru hasil pekerjaan temannya tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
b. Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual

6. Metode percobaan ( Experimental method )
Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan[10].
Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan percobaan tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium.
Kelebihan dan kekurangan metode percobaan
Kelebihan
Kekurangan
a. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.
b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.

c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
a. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen.

b. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.

c. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.


7. Metode Karya Wisata ( Study tour method )
Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan.


Kelebihan dan kekurangan metode karya wisata
Kelebihan
Kekurangan
a. Karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
b. Membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat.
c. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.


a. Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak.
b. Memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang.
c. Dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan.
d. Memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik anak didik di lapangan.
e. Biayanya cukup mahal.
f. Memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh.

8. Metode Latihan Keterampilan ( Drill method )
Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar dengan mengajak siswa  ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik.
Kelebihan dan kekurangan metode latihan ketrampilan
Kelebihan
Kekurangan
a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c. Kadang-kadang latihan tyang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
d. Dapat menimbulkan verbalisme.

9. Metode mengajar beregu ( Team teaching method )
Metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar yang pendidiknya terdiri lebih dari satu orang dengan tugas masing-masing. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator.Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung.Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut.

10. Metode mengajar sesama teman ( Peer teaching method )
Metode mengajar sesama teman adalah suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri. Metode ini lazim disebut metode tutor sebaya.

11. Metode pemecahan masalah ( Problem solving method )
Metode ini adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-soal, lalu diminta pemecahannya.

12. Metode perancangan ( projeck method )
Metode Perancangan yaitu suatu metode mengajar dimana pendidik harus merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian.








Kelebihan dan kekurangan metode perancangan
Kelebihan
Kekurangan
a. Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyuluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
b. Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan terpadu, yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.

a. Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun horisontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini.
b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk ini.
c. Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan.
d. Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas.

13. Metode Bagian ( Teileren method )
Metode bagian yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian, misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya.

14. Metode Global (Ganze method )
Metode Global yaitu suatu metode mengajar yang meminta  siswa membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume apa yang dapat mereka serap atau ambil intisari dari materi tersebut.


2.  Metode  Pembelajaran Pergumulan Pemahaman Iman dalam Pendidikan Agama Katolik
Loka Karya Pendidikan Agama Katolik (PAK) di Malino pada tahu 1981 merumuskan tujuan PAK agar peserta didik dapat menggumuli imannya dari sudut pandang kristiani sehingga diharapkan menjadi manusia yang paripurna (beriman dewasa) yang mampu mempertanggungjawabkan imannya. Dasar pemikirannya adalah  agar PAK tidak berhenti pada pengetahuan (knowledge) saja, tetapi pengetahuan yang didayagunakan untuk membangun hidup dalam suatu pergumulan atau pergulatan iman, yaitu membangun hidup menurut teladan Yesus Kristus. Pembangunan hidup tersebut merupakan pilihan bebas.Dalam prosesnya, tujuan tersebut menekankan tiga aspek, yaitu aspek pemahaman diri, sesama dan lingkungan.
Dalam loka karya Malino dihasilkan sebuah metode yang perlu dikembangkan dalam PAK, yaitu metode pembelajaran pergumulan pemahaman iman.Metode ini, mengajak peserta didik untuk menggumuli pemahaman imannya.Peserta diajak untuk mengetahui, mengerti dan memahami, membandingkan atau mengkonfrontasi pengalaman hidupnya agar sampai kepada makna pribadi dan mengintegrasikannya dalam hidup sehari-hari.Agar proses tersebut berdayaguna, guru hendaknya memberikan suasana pembelajaran yang terbuka, ramah, dialogis dan menyenangkan.
Pada hakekatnya, metode pembelajaran pergumulan atau pergulatan pemahaman iman berupaya mensinergikan dua pola dasar dalam PAK, yaitu kedudukan PAK, sebagai pelajaran dan tujuan PAK sebagai pendidikan agama pada umumnya.
Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bagian kecil dan berbeda dengan proses katekese. Dengan metode tersebut, PAK diharapkan guru mampu mengembangkan secara optimal segala kemungkinan agar peserta didik sampai kepada pergulatan iman, yang tidak hanya sebatas pelajaran (kognitif).Pendidikan Agama Katolik berbeda dengan katekese, oleh karenanya guru tidak harus berkatekese. Tetapi dengan metode tersebut, guru diharapkan mampu memahami  batas-batas di mana proses dapat membantu dan mempertajam pergumulan dan bagaimana pengajaran menjadi sebuah pelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan bahan atau materi ajar. Oleh karena itu katekese sebagai sebuah proses saling tukar pengalaman iman, komunikasi iman, menjadi pola yang membantu agar pergulatan iman menjadi semakin dalam, tanpa menyingkirkan dan mengubah seluruh rancangan bahan dan materi yang hendak digumuli. Maka dengan metode ini, guru diharapkan memperhatikan pengalaman, keanekaragaman, kemampuan dari peserta didik. Agar proses pembelajaran  berjalan optimal, maka pembelajaran bukan hanhya  pelajaran agama, tetapi sebaiknya  sampai pada pastoral sekolah. Artinya pelajaran agama katolik harus sampai kepada upaya-upaya pengembangan, peningkatan, pembinaan hidup beriman  dengan menciptakan suasana, hubungan dalam segala unsur entah peserta didik dengan guru, wali atau orang tua peserta didik dengan pastoral kegerejaan dilingkungan sekolah.
Langkah-langkahyang dapat dilakukan dalam metodepembelajaran pergumulan atau pergulatan pemahaman iman, antara lain:
1.      Menampilkan pengalaman manusia dan fakta-fakta (data empirik).
Guru berupaya mengajak peserta didik untuk melihat, membaca pengalaman, fakta dan situasi yang  dapat membuka pemikiran dan menjadi umpan balik untuk melangkah memperdalam materi atau bahan ajar.
2.      Pengolahan (eksplorasi dan elaborasi).
Langkah selanjutnya adalah guru mengajak peserta didik untuk mengetahui dan memahami dengan mendalam dan luas  pengalaman, fakta dan situasi yang telah menjadi umpan dan pendalaman dari langkah sebelumnya.
3.      Pergumulan.
Pada langkah ini peserta didik dapat mengalami peneguhan, konfirmasi atau kritik.Setelah mengolah pengalaman dan fakta, siswa selanjutnya diajak mendalaminya agar mendapatkan pengetahuan dan nilai yang lebih luas dan mendalam. Guru mengajak peserta didik untuk semakin menggumuli bahan pembelajaran. Dalam proses ini, guru mengajak peserta didik untuk mengintegrasikan segala nilai dan pemahaman yang telah ditemukan dan menjadikannya sikap hidup, penerapan dan tindak lanjut dalam hidupnya.
Metode pembelajaran pergumulan atau pergulatan pemahaman iman memungkinkan proses belajar tidak hanya sampai kepada pengolahan dan pemaparan semata, namun diupayakan sampai kepada bentuk-bentuk  pergumulan. Melalui pergumulan, peserta didik diajak untuk semakin mengenal, memahami dan mampu mempertanggungjawabkan, mengintegrasikan, berdialog, berpartisipasi dan berkomunikasi dalam proses pemahaman imannya. Dengan kata lain pembelajaran bukan hanya sampai pada ranah kognitif, tetapi sampai pada ranah afektif dan psikomotorik (life skill).
Metode pembelajaran ini ingin membantu peserta didik mampu mengambil keputusan yang bertanggungjawab mengenai pandangan-pandangan kristiani, ajaran, nilai-nilai, dan berbagai pemahaman akan katolisitas. Hal itu dikarenakan, dengan metode pembelajaran ini, peserta didik pertama diajak untuk mengetahui  isi bahan ajar, kemudian memahaminya, selanjutnya digumuli dalam konteks hidup peserta didik. Dalam proses pergumulan, peserta didik diajak untuk mempertanggungjawabkannya, bagaimana ajaran dan nilai-nilai moral kristiani tersebut bagi hidupnya. Peserta didik diberikan kebebasan berpikir, menentukan secara partisipatif dan berdialog dengan guru, rekan-rekannya tentang segala apa yang telah dipahami dan kemudian digumulinya.

III.  PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Metode mengajar yang bervariasi perlu dimiliki oleh pendidik dan dipraktekkan pada saat mengajar.
Beberapa hal yang perlu disepakati:
1.      Kita tidak perlu mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada. Setiap metode pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kekuatan.
2.      Kita dapat memilih salah satu metode pembelajaran yang dianggap sesuai dengan materi  pelajaran dan jika perlu dapat dapat menggabungkan beberapa metode pembelajaran.
3.      Metode apapun yang diterapkan,  jika kita kurang menguasai materi dan kurang disenangi para siswa, maka hasil pembelajaran kita tidak efektif.
4.      Oleh karena itu, komitmen kita adalah sebagai berikut:
a.       Kita perlu mengusai materi yang akan diajarakan, dapat mengajarkannya, dan terampil mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
b.      Kita berniat untuk memberikan apa yang kita punyai kepada para siswa dengan sepenuh hati, hangat, ramah, antusias, dan bertanggungjawab.
c.       Menjaga para siswa agar “mencintai” kita, menyenangi materi yang diajarkan, dengan tetap menjaga kredibilitas dan wibawa  sebagai guru.
d.      Kita sebagai guru dapat mengembangkan metode pembelajaran sendiri. Anggaplah kita sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
2.  Pendidik yang bijaksana dalam pelaksanaan pengajaran (pembelajaran) selalu berpikir bagaimana murid-muridnya, apakah murid-muridnya dapat mengerti apa yang disampaikan, apakah murid mengalami proses belajar, apakah materinya sesuai dengan pemahaman dan kematangan anak, dan sebagainya.
B. Saran
1. Hendaknya pendidik mengenal dan memahami peserta didiknya.
2. Pendidik hendaknya memiliki keterampilan metode mengajar yang bervariasi.
3. Bagi mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan, hendaknya secara antusias untuk meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan dunia pendidikan.

Daftar Pustaka
Asrori, Muhammad, 2007: Psikologi Pembelajaran, Bandung , Wahana Prima.
Djamarah, Syaiful Bakri,  2000: Psikologi Belajar, Bandung, Bumi Aksara.
Surwanti, Asra, 2007: Metode Pembelajaran, Bandung, Wahana Prima.
Suryabrata, Sumadi, 2007: Psikologi Pendidikan, Jakarta, Rajawali Pers.
Winkel, 1991: Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta, Gramedia







BIODATA
Drs. Damianus Nursih Martadi, lahir di Yogyakarta, 24 Maret 1964. Pendidikan dasar diselesaikan di Semarang, pendidikan menengah diselesaikan di Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Teologi di IKIP Sanata Darma (Sekarang Universitas Sanata Darma)(1992), Bakaloreat Teologi di Fakultas Teologi Wedabakti, Kentungan, Yogyakarta (1992). Tahun 1995 – 1997 belajar ilmu Komunikasi Pembangunan di Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2000 menjadi PNS Departemen Agama, bekerja di kantor Depatemen Agama Kabupaten Wonosobo (2000-2006); bekerja di kantor kementerian Agama Kota Semarang, guru Agama Katolik di SMAN 15 Semarang (2007 – sekarang), SMKN 11 Semarang (2009- sekarang); Ketua komisi Kateketik Kevikepan Semarang (2004 – 2010), Ketua Paguyuban Guru Agama Katolik Kota Semarang ( 2011– sekarang).


PENGEMBANGAN GOA MARIA
SEBAGAI TEMPAT PEMBINAAN IMAN[11]

Oleh Damianus Widihantara[12]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tak langsung kemasan daya tarik, infrastruktur  dan fasilitas terhadap loyalitas melalui harapan pengunjung di Obyek Ziarah Goa Maria Kerep Ambarawa. Data yang digunakan adalah data primer tentang variabel kemasan daya tarik (7 item), variabel infrastruktur (7 item), variabel fasilitas (9 item), variabel harapan (6 item) dan variabel loyalitas (6 item). Semua item pernyataan diukur dengan Skala Likert.Penentuan sampel menggunakan teknik accidental sampling, sedangkan teknik pengumpulan data menggunakan penyebaran kuesioner kepada 100 pengunjung obyek ziarah Goa Maria Kerep Ambarawa.Data dianalisis dengan deskriptif kuantitatif dan kualitatif.Hasil analisis data menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan dapat diterima, artinya bahwa variabel kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap harapan pengunjung, sedangkan dari hasil uji analisis jalur ( langsung maupun tak langsung) ketiga variabel tersebut ditemukan berpengaruh dominan langsung terhadap loyalitas melalui harapan pengunjung.

Kata Kunci: daya tarik, infrastruktur, fasilitas, harapandan loyalitas.

I.Latar Belakang Masalah
Judul asli dari penelitian ini adalah pengaruh kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas terhadap kepuasan pengunjung serta implikasinya pada loyalitas di Goa Maria Kerep Ambarawa. Namun yang akan diungkap selain persoalan kelima variabel tersebut diatas yaitu kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas, kepuasan  dan loyalitas tetapi juga adalah sejauh mana Goa Maria dapat digunakan sebagai tempat pembinaan iman bagi umat Katolik itu sendiri maupun bagi siapa pun yang membutuhkan tempat ini sebagai sarana komunikasi dengan Yang Maha Kuasa.
Hal tersebut di atas berdasarkan fakta bahwa ada gejala banyak orang yang mengunjungi tempat-tempat ziarah dari berbagai agama.Dan khusus umat Katolik, terlihat gejala semakin banyak berdiri Goa Maria dan semakin banyak pula umat yang berkunjung ke Goa Maria, ini merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dan teliti.
Selain itu, Goa Maria dijadikan sebagai objek penelitian, hal ini dilatar belakangi oleh trend saat ini dengan munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang berminat terhadap pengkayaan agama, mental dan spiritual.Salah satu jenis obyek semacam ini adalah Goa Maria.Dalam usaha memotivasi kunjungan ke suatu obyek Goa Maria,  perlu usaha mengembangkan obyek tersebut melalui kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas. Selain itu, untuk menemukan jawaban atas motivasi pengunjung ke Goa Maria, khususnya bagi umat Katolik.
              Dalam rangka optimalisasi pengembangan ziarah khususnya ziarah religi maka perlu diambil tindakan-tindakan untuk meningkatkan minat dan kunjungan.  Kebijakan tersebut dituangkan dalam  2 program pokok yaitu program pemasaran ziarahdan program pengembangan produk ziarah. Kedua program pokok tersebut tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur pokok industri pariziarah yakni accessibility, atraction, infrastruktur, transportasion dan hospitality.[13] .
II.Pembatasan masalah
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi harapan dan loyalitas pengunjung di Goa Maria Kerep Ambarawa, maka penulis membatasi pada variabel kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas.
III.Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut
  1. Apakah kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas berpengaruh terhadap harapan pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa?
  2. Apakah kemasan daya tarik, infrasturuktur dan fasilitas berpengaruh langsung terhadap loyalitas serta tidak langsung melalui harapan pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa ?
IV.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh daya tarik, infrastruktur dan fasilitas terhadap harapan pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa.
  2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh langsung maupun tak langsung kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas terhadap loyalitas maupun melalui harapan pengunjung di Gua Maria Kerep Ambarawa.
V.Manfaat Penelitian
1.    Bagi Instansi Terkait
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi dan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah, Bimas Katolik, Kelompok Kategorial dan Pengelola Goa Maria Kerep Ambarawa memenuhi harapan pengunjung dan  meningkatkan jumlah pengunjung
  1. Bagi Lembaga Pendidikan
Dengan hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai tempat ziarah.

VI.Desain Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplanatori (eksplanatory method). Penelitian eksplanatori adalah jenis penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable), dan juga diperlukan untuk pengujian hipotesis yang diajukan sebelumnya[14].Dalam kaitannya dengan penelitian ini metode eksplanatori dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh daya tarik obyek ziarah, infrastruktur dan fasilitas terhadap harapan pengunjung serta dampaknya pada loyalitas pengunjung di obyek ziarah Goa Maria Kerep Ambarawa Kabupaten Semarang.Untuk mengetahui pengaruh yang dimaksud berikut digambarkan desain penelitian.

Gambar 1 Desain Penelitian


 


                                                                                              


A.      Sampel
                Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Quoted accidental sampling yaitu suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan secara sembarang (ditujukan kepada siapa saja yang ditemui dilokasi) namun dibatasi jumlahnya. Dengan teknik ini, tidak semua unsur atau anggota populasi diberi peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel (Nonprobability sampling)[15].Dalam penelitian ini maksud dari siapa saja adalah pengunjung Goa Maria Kerep yang bisa dan bersedia untuk mengisi kuesioner.Distribusi normal akan tercapai apabila jumlah sampel mendekati 100[16].
Untuk menentukan besarnya sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini digunakan rumus Slovin[17], Berdasarkan rumus  kemudian ditentukan besarnya  populasi yaitu jumlah pengunjung obyek ziarah Goa Maria Kerep pada tahun 2009 yaitu 4.543 orang dengan batas kesalahan yang masih dapat di toleransi adalah 10 persen.
n    =     97,85
       = 100 (dibulatkan)
                Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa sampel yang akan diteliti sebanyak 100 responden.

B.       Variabel, Definisi Konsep dan Operasional
Variabel
Definisi Konsep
Operasional
1
2
3

Kemasan Daya Tarik Obyek Ziarah
(X1)


Segala sesuatu yang menjadi sasaran ziarah atau kegiatan / pertunjukan 
1.      Pemandangan alam
2.      Upacara religius keagamaan
3.      Wisata kuliner
4.      Kesakralan
5.      Keindahan Taman
6.      Kemudahan menuju lokasi
7.      Dekat obyek wisata lain


Infrastruktur
(X2)
Segala bentuk sarana/prasarana untuk memenuhi kebutuhan pengunjung
1.     Pengairan
2.     Jaringan komunikasi
3.     Sarana transportasi
4.     Jalan raya
5.     Penerangan
6.     Pembuangan limbah
7.     Keamanan


Fasilitas
( X3)
Ketersediaan sarana/prasarana sebagai pendukung kebutuhan pengunjung
1.     Tempat informasi
2.     Ruang pertemuan
3.     Tempat penginapan
4.     Area parkir
5.     Kamar mandi
6.     Toko souvenir
7.     Rumah makan/warung


Harapan Pengunjung
(Y)
Harapanpengunjung yakni suatu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan menurut persepsi dan pandangan pengunjung itu sendiri.

1.      Kesan yang didapat pengunjung
2.      Sesuatu yang diperoleh pengunjung
3.      Rekomendasi

Loyalitas Pengunjung
(Z)
Komitmen yang tinggi dari pengunjung untuk berkunjung kembali di masa mendatang

1.     Komitmen
2.      Kunjungan ulang
3.      Proporsi kunjungan ulang  


                Skala pengukuran indikator dalam penelitian ini menggunakan skala likert mulai dari yang terkecil yaitu sangat tidak setuju diberi nilai/ skor 1 (satu) sampai dengan nilai terbesar yaitu sangat setuju diberi nilai / skor 5 (lima).

C.      Teknik Analisa Data
1.    Regresi Linier Berganda
Analisis linier regresi berganda digunakan untuk meramalkan keadaan (naik turunnya) variabel dependen(kriterium), bila dua arah atau lebih variabel independennya sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya) (Sugiyono, 2007:275).Dalam penelitian ini uji regresi ganda untuk melihat pengaruh kemasan daya tarik obyek ziarah, infrastruktur dan fasilitas terhadap harapan pengunjung serta loyalitas.
2.  Analisis Jalur
            Model analisis dapat digambarkan sebagai berikut:


 





Gambar 2  Model Analisis Jalur
Keterangan :
X1      =  Kemasan daya tarik
X2      =  Infrastruktur
X3­      =  Fasilitas      
Y       =  Harapan pengunjung
Z       =  Loyalitas pengunjung        
p        =  Path (jalur)
R       =  Residual
            Pada gambar 3.2 tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagai variabel dependen pada blok pertama dan kedua masing-masing yakni Y dan Z. Selanjutnya model analisis tersebut dapat dituliskan ke dalam dua bentuk persamaan yang merupakan hasil dari dua blok analisis regresi ganda sebagai berikut :
(1)   Y = p­y1.X1 +  py2.X2 + py3.X3  + pyr1
(2)   Z  = pz1.X1 + pz2.X2+  pz3.X3  + pz.Y + pzr2
            Dari kedua persamaan di atas serta model analisis (gambar 3.2) menunjukkan bahwa model hubungan kausal dalam penelitian ini bersifat satu arah.
VII.Analisis Deskriptif
Berdasarkan data yang diperoleh melalui angket terhadap responden dapat disusun distribusi frekuensi sebagai berikut.
Tabel 1
Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

No.
Variabel
Jalur
Besarnya Pengaruh
Keterangan
Langsung
Tak Langsung
1
X1 ke Y
X2  ke Y
X3 ke Y

0,261
0,345
0,339
-
-

2
X1  ke Z
X2  ke Z
X3 ke Z
Y ke Z
X1 –Y– Z
X2 –Y– Z
X3 –Y– Z
Y – Z
0,216
0,312
0,186
0,287
0,062
0,090
0,053
L >TL
L > TL
L > TL

Dari hasil analisis data sebagaimana ditampilkan pada tabel 1 di atas dan dengan melihat gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut: 
A.Pengaruh Kemasan Daya Tarik (X1) terhadap Loyalitas Pengunjung (Z)
Dari angka yang ada pada tabel 4.22diketahui pengaruh langsung sebesar 0,216, sedangkan angka pengaruh tidak langsung sebesar 0,062 lebih kecil dari 0,216.Dapat disimpulkan bahwa pengaruh kemasan daya tarik terhadap loyalitas pengunjung adalah pengaruh dominan langsung.
B.Pengaruh Infrastruktur (X2) Loyalitas Pengunjung (Z) 
Dari angka yang ada pada tabel 1diketahui pengaruh langsung sebesar 0,312, sedangkan angka pengaruh tidak langsung sebesar 0,090 lebih kecil dari 0,312.Dapat disimpulkan bahwa pengaruh infrastruktur terhadap loyalitas adalah pengaruh dominan langsung.
C.Pengaruh Fasilitas (X3) Loyalitas Pengunjung (Z) 
Dari angka yang ada pada tabel 1diketahui pengaruh langsung sebesar 0,186, sedangkan angka pengaruh tidak langsung sebesar 0,053 lebih kecil dari 0,186.Dapat disimpulkan bahwa pengaruh fasilitas terhadap loyalitas adalah pengaruh dominan langsung.

D.Pembahasan

Dari analisis data diperoleh temuan-temuan yang merupakan jawaban atas masalah-masalah penelitian dan pembuktian hipotesis penelitian. Masalah pokok penelitian telah terjawab, yaitu kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas  berpengaruh terhadap harapan pengunjung dan loyalitas pengunjung di Goa Maria Kerep Ambarawa.
Selanjutnya diuraikan pembahasan hasil penelitian dengan cara menafsirkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel terikat, yaitu harapan pengunjung dan loyalitas pengunjung.
1.       Pengaruh Kemasan Daya Tarik Terhadap HarapanPengunjung
Kemasan daya tarik Goa Maria Kerep Ambarawa yang menarik seperti pemandangan alam yang indah, penyelenggaraan upacara keagamaan yang tertib dan khidmad, kesakralan patung Bunda Maria, kebersihan dan keindahan taman serta lokasi dekat dengan jalan raya dan berdekatan dengan obyek ziarah lain memberikan harapan  pengunjung.  Kemasan daya tarik yang menarik tersebut memberikan harapan bagi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa sehingga pengunjung mendapatkan kesan yang baik serta memenuhi harapannya kemudian pengunjung merekomendasikan kepada orang lain.
2.       Pengaruh Infrastruktur Terhadap Harapan Pengunjung
Infrastruktur  yang ada di Goa Maria Kerep dapat memenuhi kebutuhan pengunjung seperti tersedianya saluran air bersih, tong sampah yang cukup banyak ,  jaringan komunikasi,  adanya penerangan pada malam hari,  akses jalan masuk beraspal dan sarana transportasi yang mudah serta sistem keamanan yang beroperasi selama 24 jam memberikan harapan pengunjung.  Infrastruktur yang baik dan memenuhi kebutuhan pengunjung tersebut memberikan harapan bagi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa sehingga pengunjung mendapatkan kesan yang baik dan terpenuhi harapannya kemudian pengunjung merekomendasikan kepada orang lain.

3.       Pengaruh Fasilitas Terhadap Harapan Pengunjung
Fasilitas yang ada di Goa Maria Kerep dapat mendukung kebutuhan pengunjung seperti tersedianya tempat informasi, ruang pertemuan, penginapan , tempat untuk retret dan camping rohani, area parkir yang luas, kamar mandi dan WC, toko souvenir dan warung makan yang menyediakan berbagai masakan khas memberikan harapan pengunjung.  Fasilitas yang baik dan mendukung kebutuhan pengunjung tersebut memberikan harapan bagi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa, sehingga pengunjung mendapatkan kesan yang baik serta memenuhi harapannya kemudian pengunjung merekomendasikan kepada orang lain.
4.       Pengaruh Kemasan Daya Tarik Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Terhadap Loyalitas Melalui Harapan Pengunjung
Hasil ini didukung dari hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh responden yang memberikan pernyataan kemasan daya tarik dengan indikator keindahan alam, upacara religius keagamaan, ketersediaan berbagai masakan khas, adanya patung Bunda Maria, keindahan taman, kemudahan menuju lokasi dan Goa Maria dekat dengan obyek ziarah lain 58% dalam kategori  menarik.  Kemasan daya tarik yang menarik tersebut diatas memberikan kesetiaan, kunjungan ulang dan jumlah kunjungan ulang atas pengunjung.

5.       Pengaruh Infrastruktur Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Terhadap Loyalitas Melalui Harapan Pengunjung
Hasil pengisian kuesioner variabel infrastruktur yang dilakukan oleh responden yang memberikan pernyataan melalui indikator ketersediaan saluran air bersih, jaringan komunikasi, penerangan, tong sampah yang cukup banyak,sistem keamanan yang beroperasi 24 jam dan  sarana transportasi serta akses jalan masuk beraspal 50% dalam kategori memenuhi kebutuhan pengunjung. Terpenuhinya kebutuhan pengunjung tersebut memberikan kesetiaan, kunjungan ulang dan jumlah kunjungan ulang atas pengunjung.
6.       Pengaruh Fasilitas Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Terhadap Loyalitas Melalui Harapan Pengunjung
Kesimpulannya adalah bahwa kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas terhadap harapan pengunjung memberikan kontribusi sebesar 64,2%, sedangkan kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas melalui harapan pengunjung terhadap loyalitas memberikan kontribusi sebesar 70,7%.



IX.Simpulan dan Saran
A.      Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Ada pengaruh kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas terhadap harapan pengunjung  di Goa Maria Kerep Ambarawa.   
  1. Ada pengaruh langsung maupun tak langsung kemasan daya tarik, infrastruktu dan fasilitas terhadap loyalitas melalui harapan pengunjung. Namun demikian kemasan daya tarik, infrastruktu dan fasilitas berpengaruh dominan langsung terhadap loyalitas.

B.      Saran
1.       Dengan mengetahui bahwa kemasan daya tarik, infrastruktur, fasilitas  dapat mempengaruhi harapan pengunjung hendaknya pengelola Goa Maria Kerep Ambarawa memperhatikan ketiga variabel tersebut kemudian dikaji lebih mendalam dan ditindaklanjuti sehingga dapat memberikan harapan lebih besar kepada pengunjung.
2.       Dengan mengetahui bahwa kemasan daya tarik, infratruktur dan fasilitas berpengaruh dominan langsung terhadap loyalitas dari pada harapan pengunjung, maka pengelola Goa Maria Kerep Ambarawa hendaknya perlu juga memperhatikan pembinaan penghayatan agama, motif berkunjung dan nilai religius terhadap calon pengunjung mengingat ketiga hal tersebut mempengaruhi loyalitas pengunjung.
3.       Goa Maria dapat digunakan sebagai tempat pembinaan iman, karena jelas dari hasil   penelitian tersebut bahwa motif berkunjung dan nilai religious lebih dominan, sehingga ada  sinergi antara destinasi Goa Maria dengan motif kunjungan yang diduga karena penghayatan iman umat.
4.       Memanfaatkan fasilitas yang disediakan Goa Maria untuk tujuan tersebut           di atas, seperti : Retret, Rekoleksi, Out Bond, Devosi, Pelajaran Agama,       Perayaan Ekaristi, dll


C.      Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini hanya menguji persepsi pengunjung Goa Maria Kerep Ambarawa dengan menggunakan variabel kemasan daya tarik, infrastruktur dan fasilitas.Hasil penelitian ini tidak bisa dipakai secara umum mengingat obyek ini hanya memiliki segmen tertentu, yaitu pengunjung yang beragama Katolik. Sehingga untuk variabel yang sama bisa berbeda hasil penelitiannya bila diterapkan pada obyek ziarah umum.  Selain itu, dalam pemaparan ini, mengingat keterbatasan maka hasil penelitian ini pun tidak disajikan secara lengkap.

Biodata Penulis
Damianus Widihantara, S.Pd, M.Par, lahir di Yogyakarta, 28 September 1970, menempuh SD Karitas di Yogyakarta lulus tahun 1983, SMP lulus tahun 1986, SMA lulus tahun 1989, lulus Sarjana Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma tahun 1998, dan lulus Pascasarjana Managemen Pariwisata Rohani STIEPARI Semarang tahun 2010. Riwayat pekerjaan sebagai tenaga administrasi IKIP Sanata Dharma tahun 1990-1993, tenaga animasi dan karya panggilan Komunitas Xaverian tahun 1997-1998, Guru SMA Bhineka Yogyakarta tahun 1997-1998, Guru SMA Negeri 8 Yogyakarta tahun 1997-1998, Dosen STKIP Widya Yuwana Madiun tahun 1998-1999, Guru SMA Kebon Dalem Semarang tahun 1999-2005, Guru SMA Karangturi Semarang tahun 1999-2000 dan tahun 2004-2005, Guru SMA Negeri 9 Semarang tahun 2006-sekarang, Dosen Akademi Kimia Industri Semarang tahun 2010-sekarang. Diangkat PNS Bimas Katolik sebagai Penyuluh Agama Katolik tahun 2005-2011, Penyelenggara Bimas Katolik Kabupaten Pati tahun 2011-sekarang. Riwayat organisasi: penggagasLembaga Pengembangan Media Pembelajaran Agama Katolik Provinsi Jawa Tengah, penggagas Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Agama Katolik Provinsi Jawa Tengah, penggiat Yayasan Studi Bahasa Jawa Kanthil (YSBJ Kanthil), anggota Dewan Pariwisata Indonesia dan anggota Persaudaraan Masyarakat Budaya Indonesia (Permadani). Tinggal di Tembalang Pesona Asri Semarang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 2004. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta,

Darmawijaya, St, 2003, Gua Maria Kerep Ambarawa, Semarang, Tim Pengelola GMKA

Dharmesta,B.S., 1999, Loyalitas Pelanggan : Sebuah Kajian Konseptual Sebagai Panduan Bagi Peneliti. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14 No. 3h.

E.A. Chalik,, 1992. Dasar – Dasar Pengetahuan Pariziarah, Jakarta; Yayasan Bakti, Membangun.

Edmund Bachman, PhD, 2005, Metode Belajar Berpikir Kritis dan Inovatif, Jakarta, Prestasi Pustakaraya

Gamal Suawantoro, 2004.Dasar – Dasar Pariziarah, Yogyakarta, Andi.


Herman Musakabe, 2006, Bunda Maria Pengantar Rahmat Allah, Bogor, Citra Insan Pembaru.

Oka A. Yoeti, Pengantar Ilmu Pariziarah, Bandung ; Angkasa, 1984.

Oka A. Yoeti, 1990. Pengantar Ilmu Pariziarah, Bandung ; Angkasa.

Oka A. Yoeti, 1995. Perencanaan dan Pengembangan Pariziarah, Jakarta; PT Pradnya Paramita.

Oka A. Yoeti, 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariziarah, Jakarta; PT Pradnya Paramita, 1997.

Pendit, Nyoman S, 1999. Ilmu Pariziarah Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta, PT. Pradnya Paramita, 1999.

Soewarno, B. 1987.Metode Kuantitatif dalam Penelitian Ilmu Sosial dan Pendidikan.Jakarta : Depdikbud, Dirjen Dikti P2LPTK

Spilane, James, J, 1993, Ekonomi Pariziarah, Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta, Kanisius.


Lampiran
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN

Petujuk Pengisian
Untuk pernyataan–pernyataan berikut ini, Bapak / Ibu / Saudara / i saya persilahkan untuk memberikan jawaban dengan cara mengisi tanda (Ö) pada salah satu alternative pilihan yang telah disediakan.
STS: ( Sangat Tidak Setuju)
TS: ( Tidak  Setuju)
      CS:       ( Cukup Setuju)
      S:          ( Setuju)
      SS :       ( Sangat Setuju)

No

Pernyataan
Penilaian
STS
TS
CS
S
SS
1
2
3
4
5

Variabel Kemasan Daya Tarik ( X1 )





1.
Pemandangan alam yang ada di obyek Goa Maria Kerep terlihat indah





2.
Upacara Keagamaan (Misa, Novena, dll) yang di selenggarakan di Goa Maria tertib dan khitmad





3.
Di Lokasi Obyek Goa Maria Kerep tersedia obyek wisata kuliner.





4.
Patung Bunda Maria yang ada di Goa Maria Kerep memberikan suasana sakral





5.
Taman yang ada di lokasi obyek Goa Maria Kerep bersih, sehingga memberikan nuansa damai dan indah bagi pengunjung





6.
Lokasi Goa Maria Kerep dekat dengan jalan raya menuju Semarang - Yogyakarta dan Semarang – Solo sehingga mudah dijangkau





7.
Lokasi Goa Maria Kerep berdekatan dengan obyek wisata lain, sehingga bisa sekaligus berkunjung ke obyek wisata lain






Variabel Infrastruktur ( X2 )





1.
Tersedianya saluran air bersih di Goa Maria Kerep untuk memenuhi kebutuhan pengunjung





2.
Tersedianya hot spot dan wartel di Goa Maria Kerep untuk memenuhi kebutuhan pengunjung dalam hal komunikasi





3.
Tersedianya sarana angkutan umum menuju lokasi Goa Maria Kerep selama 24 jam





4.
Akses jalan yang beraspal menuju lokasi Goa Maria Kerep memberikan kemudahan bagi pengunjung





5.
Tersedianya penerangan pada malam hari sehingga tidak gelap bila berkunjung malam hari





6.
Tersedianya tong sampah dalam jumlah yang cukup ditempatkan di lokasi Goa Maria Kerep





7.
Pos keamanan di lokasi Goa Maria Kerep beroperasi selama 24 jam dan satpam berkeliling setiap saat






Variabel Fasilitas (X3)





1.
Tersedianya tempat informasi di lokasi Goa Maria Kerep untuk mendukung kebutuhan pengunjung dalam mencari informasi tentang Goa Maria Kerep





2.
Goa Maria Kerep menyediakan ruang pertemuan yang dapat menampung 300 orang





3.
Tersedia penginapan bagi pengunjung dari luar kota atau yang ingin menginap sementara waktu





4
Goa Maria Kerep menyediakan tempat untuk kegiatan keagamaan seperti retret, rekoleksi, outbond dan camping rohani





5.
Tersedianya area parkir yang cukup luas di obyek Goa Maria Kerep





6.
Tersedianya kamar mandi dan WC dalam jumlah yang cukup banyak dan mudah dijangkau





7.
Tersedianya toko souvenir yang menyediakan berbagai macam jenis barang bawaan





8.
Tersedianya warung makan yang menyediakan berbagai macam masakan khas





9
Tersedianya Ruang PPPK sehingga memudahkan perawatan bagi yang mengalami gangguan kesehatan saat berkunjung






Variabel Harapan Pengunjung (Y)





1.
Setelah saya menyaksikan Obyek Goa Maria Kerep dengan keindahan tamannya menjadikan saya merasa terkesan.





2.
Harapan saya terpenuhi setelah berkunjung di Goa Maria Kerep Ambarawa.





3.
Segala fasilitas yang ada di obyek Goa Maria Kerep Ambarawa sesuai dengan harapan saya.





4.
Segala infrastruktur yang ada di obyek Goa Maria Kerep Ambarawa sesuai dengan harapan saya.






5.
Segala daya tarik yang ada di obyek Goa Maria Kerep Ambarawa sesuai dengan harapan saya.






6.
Setelah berkunjung di Goa Maria Kerep Ambarawa, saya merasa puas dan kemudian merekomen-dasikan/memberikan informasi kepada orang lain.






Variabel Loyalitas (Z)





1.
Keinginan saya untuk berkunjung kembali ke Goa Maria Kerep Ambarawa sangat kuat





2.
Keindahan taman Goa Maria Kerep telah menambah kepercayaan saya untuk berkunjung kembali





3.
Saya selalu berkunjung ke Goa Maria Kerep Ambarawa untuk mencari ketenangan batin





4.
Saya sering berkunjung ke Goa Maria Kerep Ambarawa ini setiap hari libur





5
Saya selalu mengikuti upacara keagamaan (misa/novena) di Goa Maria Kerep setiap minggu ke II setiap bulan





6.
Bila berkunjung ke Goa Maria Kerep saya selalu menginap minimal satu malam











[1] Disampaikan dalam Seminar Pendidikan Guru Agama Katolik Se JawaTengah pada tanggal 28 Juni 2012 di Hotel Plaza Semarang.
[2]Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Katolik pada SMAN 15  dan SMKN 11 Semarang
[3]Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
[4]Disarikan dari Djamarah, Syaiful Bahri, 2007.
[5]Syaiful Bahri Djamarah, 2000, Psikologi Belajar, Bandung, Bumi Aksara.
[6]Syaiful Bahri Djamarah, 2000, Psikologi Belajar, Bandung, Bumi Aksara.
[7]Ibid
[8]Daradjad, 1985, dalam Djamarah, Syaiful Bakri , 2000.
[9]Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
[10]Ibid
[11]Sebuah peneletian kualitatif di Goa Maria Kerep Ambarawa Kabupaten Semarang
[12]Penulis adalah pemerhati pendidikan, budaya dan wisata religi.
[13]Pendit, 1999: 18-27
[14]Singarimbun ,1993:3
[15]Sugiyono, 2003:16
[16]Gujarati, 2003:48
[17]Slovin, 1993:107



Dewan Redaksi:
Pelindung                            : Agustinus Sukaryadi
Penanggungjawab          : Bonifasius Deny Yuswanto
Pemimpin Redaksi           : Eduardus Endy Widyarsoro
Redaksi Pelaksana           :
Damianus Widihantara
Hendrikus Suyatno
Nicolaus Budi Hartana
Administrasi                       :
Agustinus Joko Budi Santosa
Herman Laurens Ulmasembun

Alamat redaksi: Tembalang Pesona Asri M/19 Semarang
Email :forumgurukatolik@gmail.com

Tidak ada komentar: