ARTIKEL



BADAN JIWA DAN ROH MANUSIA 


OLEH :
Damianus Widihantara, S.Pd, M.Par.

BAB I
PENGERTIAN

Sebelumnya penulis akan menguraikan terlebih dahulu beberapa pengertian berkaitan dengan tulisan ini. Pengertian tersebut meliputi pengertian kekal, manusia jiwa dan roh.
Pengertian pertama yaitu pengertian tentang kekal, menurut Drs. Bambang Marhijanto dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer menyatakan pengertian kekal adalah “tetap selama-lamanya, abadi, tidak mengalami perubahan. Sedangkan abadi diartikan dengan “tidak ada batas akhir, tidak berkesudahan”
Menurut pandangan para ahli Kitab Suci dan filsuf Katolik pengertian kekal dikaitkan dengan api. Menurut Kitab Suci “api kekal" yang telah disediakan untuk "Iblis dan malaikat-malaikatnya". Kemudian Kitab Suci juga menggambarkan Sodam dan Gomora "sebagai contoh dari mereka yang akan menderita akibat menanggung siksaan “api kekal". Dalam bagian lain Alkitab menjelaskan pengertian kekal juga dengan api yang menyebutkan bahwa Tuhan "membinasakan kota Sodom dan Gomora dengan “api” dan dengan demikian memusnahkannya dan menjadikannya suatu peringatan untuk mereka yang hidup fasik di masa-masa kemudian". Orang-orang fasik di Sodom dan Gomora tidak lagi dalam penderitaan, mereka telah menjadi abu sejak lama. Tetapi “api” yang membakar mereka itu "kekal" dalam arti bahwa api itu telah menyebabkan kerusakan tetap. Kekal berarti hukuman yang tetap, bukan proses menghukum yang terus menerus.
Pengertian kedua yaitu pengertian jasmani, menurut Drs. Bambang Marhijanto dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer menyatakan pengertian jasmani adalah “tubuh atau badan”. Berikut pengertian jasmani dibandingkan dengan rohani antara lain jasmani berkaitan dengan fisik seseorang, sedang kan rohani berkaitan dengan kejiwaan atau mental seseorang, jasmani itu segala sesuatu yang berhubungan dengan jasat atau tubuh kita sedang rohani segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa, jasmani adalah jasad atau fisik secara keseluruhan, kalau rohani adalah jiwa yang tinggal dalam tubuh yang membuat bisa menentukan mana yang baik dan buruk. Menurut pandangan Confessiones dunia jasmani mengalami perkembangan terus-menerus yang kesemuanya tergantung Allah, hal ini terjadi karena Allah menciptakan benih-benih (rasions seminales), yaitu prinsip aktif perkembangan jasmani.
Pengertian yang ketiga adalah pengertian manusia. Bila melihat dari pengertian jasmani tersebut di atas makan non jasmnai dapat diartikan dengan bukan tubuh atau bukan badan. Untuk menjelaskan bukan badan maka perlu dimulai dengan membicarakan tentang manusia, karena yang berhubungan dengan badan, jiwa atau roh adalah manusia.
Menurut para filsuf, dalam diri manusia menganut prinsip dualisme yaitu jiwa sebagai substansi yang menggunakan tubuh, tetapi tubuh tidak merupakan sumber dosa. Sedangkan menurut Thomas Aquinas, manusia menekankan manusia adalah kesatuan antara jiwa dan badan, sebagai suatu substansi lengkap sehingga memiliki kemampuan untuk berfikir, berkehendak dan berperilaku.
Pandangan mengenai hakekat manusia berpijak kepada apa yang diinformasikan oleh Alkitab, yaitu pernyataan Allah disekitar penciptaan alam semesta dengan isinya dimana manusia termasuk didalamnya. Manusia diciptakan menurut " gambar dan rupa" Allah (In His own image). Kata -kata yang digunakan untuk "gambar dan rupa" didalam teks asli Alkitab dalamk bahasa Ibrani adalah "tselem dan demuth". Tselem artinya " gambar yang asli, patung atau model" sedangkan demuth artinya "copy atau tembusan" hal ini menunjuk pada unsur kesamaan. Pada umumnya kata “tselem dan demuth” diartikan tunggal sebagai bahwa manusia diciptakan segambar dengan Allah (Latin.Imago Dei-similitudo), dalam Perjanjian baru diterjemahkan "eikoon theou" atau “homoiosis”. Dalam hal ini jelas bahwa gambar Allah tadi sebenarnya merupakan suatu yang interen didalam diri manusia (sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari diri manusia itu sendiri).
Menurut pandangan Alkitab ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan berkaitan dengan hakekat manusia dalam penciptaannya antara lain :
  1. Bahwa manusia adalah hasil ciptaan Allah. Manusia bukanlah "pletikan" Allah, jelmaan dari sebagian diri Allah, bukan pula anak dalam arti biologis yang keluar dari diri Allah. Manusia adalah mahluk yang riil ada, hasil karya dari tangan agung Sang Khalik. Untuk ini harus dicamkan bahwa manusia bagaimanapun berbeda dengan Allah. Allah adalah khalik dan manusia adalah hasil karyaNya. Manusia adalah umat dan Sang Khalik adalah Allah yang menjadi obyek pemujaan dan penyembahan. Allah tidak pernah berubah menjadi manusia secara permanen atau sebaliknya. Dalam hal ini nyata bahwa manusia bukanlah eksistensi yang berdiri sendiri (indipenden), manusia ada karena Allah yang menghendaki manusia itu ada. Dengan demikian teori Evolusi ilmiah (Naturalis evolution) terbantahkan.
  2. Manusia diciptakan dengan cara yang sangat unik tidak seperti Allah menciptakan hasil ciptaanNya yang lain. Manusia diciptakan dari apa yang tidak ada menjadi ada, baik bahan maupun idenya. Menciptakan tanpa bahan, menciptakan dari apa yang tidak ada. (Creatio ex nihilo), manusia diciptakan dengan tanganNya sendiri (yatser, aktivitas yang kreatif), Allah membentuk (to carve, yatser). Didalam kata yatser mengandung unsur seni. Kemudian Allah menghembuskan nafas ke lubang hidung manusia, sehingga manusia menjadi mahluk hidup. Manusia bukanlah hasil proses evolusi dari binatang tingkat rendah ke pada bentuk binatang tingkat tinggi.
  3. Manusia diciptakan melalui sebuah musyawarah dan pertimbangan dalam diri Allah yang jamak tetapi tunggal itu . Ini menunjukkan bahwa mahluk yang disebut manusia ini adalah mahluk yang luar biasa. Ini pula bisa berarti bahwa segala konsekwensi dan resiko menciptakan mahluk yang disebut manusia ini telah dipertimbangkan dan diperhitungkan. Oleh karenannya atas hasil karyaNya ini Allah berkata "sangat baik"
4.                  Manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah. Ini menunjuk bahwa manusia adalah sebuah eksistensi yang sangat unik sekaligus "dahsyat". Didalam pernyataan ini tersimpul hakekat manusia yang akan menunjukkan perbedaan hakiki dan prinsipil antara manusia dan hasil ciptaan Allah yang lain. Hal ini juga menunjukkan adanya potensi untuk berhubungan intim yang dapat terjalin antara Allah dan manusia.

Dalam sejarah filsafat Katolik, terjadi pergumulan mengenai struktur permanen manusia. Ini merupakan rahasia kehidupan yang tidak mudah diuraikan dan ditemukan formulasinya. Dalam hal ini telah ditemukan dua pandangan yang diakui oleh gereja-gereja, yaitu teori dikhotomi dan trikhotomi. Gereja-gereja barat pada umumnya menerima teori dikhotomi, bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu manusia batiniah dan manusia lahiriah atau unsur materi dan non materi). Tetapi gereja-gereja di timur menganut pandangan teori trikhotomi, bahwa manusia terdiri dari 3 unsur yaitu roh (unsur relegius), jiwa (unsur psikhologis) dan tubuh (unsur gisik). Tentu masing-masing pandangan memiliki argumentasi yang menggunakan landasan masing-masing..
Pandangan lain yang cukup populer adalah pandangan monisme. Monisme berpandangan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi- bagiatas beberapa unsur. Sebutan tubuh, jiwa dan roh hanya sebagai sinonim. Monisme menolak dualisme atau trialisme. Olerh sebab itu Monisme juga tidak percaya adanya kenyataan "keadaan sementara" (intermediate state), yaitu terpisahnya jiwa dan roh dari tubuh pada saat kematian. Disini manusia dipandang sebagai kesatuan secara psikofisik
            Pengertian keempat aalah pengertian tentang jiwa dan roh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, jiwa diartikan dengan roh manusia (roh yang ada di tubuh manusia), seluruh kehidupan batin manusia, sesuatu yang yang terutama dan menjadi sumber tenaga dan kehidupan.
Menurut Dr. S. Reksosusilo CM dalam Beberapa Konsep Dalam Ilmu Jiwa Jawa, menyebutkan kata jiwa berasal dari bahasa Sansekerta “jiva” yang berarti “unsur yang menghidupkan”. Suatu pengertian yang tidak jauh dari pengertian “psikhe”.
            Dr. Harun Hadiwiyono dalam bukunya “konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa” menulis bahwa terdapat perbedaan antara Badan Kasar, Badan Halus dan Jiwa. Aliran Sapta Dharma menyatukan antara Jiwa dengan Roh, sedangkan Pangestu tidak memasukkan jiwa ke dalam badan kasar, tetapi memasukkan jiwa ke dalam badan halus yang disebut dengan “dunia ego” atau “dunia aku”.
Sementara Mangkunegoro IV dalam bukunya “Wedhatama” menulis yang dimaksudkan jiwa adalah “unsur yang menghidupkan satu tahap penubuhan atau pengeluaran yang kemudian menjadi rasa yang mengutuh satu dengan jumbuhing kawula Gusti”
Ki Ageng Mentaraman dalam buku “Ilmu Jiwa Kramadangsa” menulis menyatukan jiwa dengan rasa. Jiwa adalah rasa, sehingga jika akan meneliti jiwa maka rasa itulah yang diteliti.
            Jiwa juga diartikan dengan Roh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia roh diartikan “sesuatu yang hidup dan tidak berbadan jasmani”.
Komisi Kateketik KWI dalam bukunya Pendidikan Agama Katolik, menjelaskan tentang Roh Kudus baik kalau melihat apa yang diajarkan Filsuf Kristen berkaitan dengan Roh Kudus. Menurut pemahaman Kristen Roh Kudus adalah kehadiran Tuhan di dalam Gereja. Roh Kudus tidak kelihatan, tetapi yang dikenal adalah pengaruhNya atau akibat dari karyaNya. Karya Roh Kudus lazim disebut dengan “rahmat”atau “kasih karunia”. Rahmat berarti “kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah dan mengakui bahwa Allah adalah kasih”. Roh Kudus disebut dengan “rahmat tak tercipta” karena Roh Kudus adalah Roh Allah sendiri.
Lebih jelas kalau melihat apa yang tertulis dalam Kitab Suci, dengan jelas disebutkan perbedaan antara daging dan Roh “sebab keinginan daging berlawanan dengna keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging, karena keduanya bertentangan”. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa ada pembedaan antara badan dalam diri manusia dan Roh atau jiwa.
Masih dalam konteks pemahaman Kristen, Roh Kudus dapat juga merupakan pribadi dari Allah yang menurut teologi Kristen disebut dengan Allah Tritunggal, yang mempunyai arti satu Allah tetapi mempunyai tiga pribadi yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dalam hal ini berarti bahwa Roh Kudus adalah bagian dari pribadi Allah itu.
Youhana Qaltah, Uskup Agung Katolik Mesir, dalam bukunya Al-Quran Kitab Toleran hal 442, karangan Zuhairi Misrawi menyebutkan “Orang-orang Kristen juga mengimani Ruh Kudus, Ruh Tuhan, dan Ruh al-Masih sebagai hakikat Tuhan”. Sebab dengan kekuatan cinta terhadap al-Masih, maka setiap manusia mempunyai kesempatan untuk menyatu dengan Bapa, al-Masih dan Ruh Kudus.
Sedangkan Imam al-Razi dalam bukunya Al-Quran Kitab Toleran hal 442, karangan Zuhairi Misrawi yang mengemukakan pandangannya berkaitan dengan Tri Tunggal menyebutkan “ Ketiganya merupakan Tuhan Yang Mahaesa, yang dimaksud adalah Bapak adalah Dzat, Anak adalah Kalimat dan Ruh adalah Kehidupan,





BAB II
PEMBAHASAN

Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan kekal adalah abadi, hal ini di dukung juga dari beberapa penjelasan menurut pandangan Kitab Suci dan para filsuf. Memang sangat sulit mencari pengertian kekal dari sumber buku umum, hal ini dikarenakan konteks pengertian abadi atau kekal sangat erat kaitannya dengan kerohanian atau bahkan agama. Maka dalam hal ini pengertian akan banyak diambil dari pengertian agama dan filsuf. Juga ditunjukkan dengan penjelasan dari Kitab Suci yang menyebutkan keabadian dikaitkan dengan api abadi, dimana dijelaskan Sodom dan Gomora sebagai contoh dari mereka yang akan menderita akibat menanggung siksaan “api kekal”. Dalam hal ini kekal atau abadi menunjukkan pada suatu pengertian selama-lamanya tidak pernah berubah dari dahulu kala sampai masa depan yang tidak jelas batasnya. Dahulu kala pun tidak diketahui kapan awal mulanya.
            Yang kekal adalah bersifat non jasmani maka perlu mengartikan jasmani. Dari penjelasan pengertian jasmani diartikan tubuh, badan, fisik, jasad. Oleh sebab itu pernyataan non jasmani diartikan bukan badan, bukan fisik, dan bukan bukan jasad. Segala sesuatu yang mengartikan dua kata tersbut di atas adalah jiwa atau roh. Sebab tidak ada kata lain yang dapat menjelaskan dari lawan kata tersebut. Jiwa atau roh hanya dapat ditemukan dalam diri manusia. Oleh sebab itu bila membicarakan jiwa atau roh tidak bisa terlepas dari dua hal tersebut yaitu jiwa dan roh. Maka untuk membicarakan kedua hal tersebut perlu dibicarakan tentang manusia.
            Sejak awal peradaban, manusia selalu menjadi pembicaraan dan subyek dari berbagai penelitian, bahkan berbagai metode dikembangkan untuk menguak misteri tentang manusia. Banyak pendapat dan teori di buat dalam berbagai media baik media cetak maupun media elektrik. Sesuai penjelasan di atas, manusia di bicarakan dari sudut pandang filsafat dan agama. Beberapa hal dapat disimpulkan berkaitan dengan manusia, antara lain bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, bahkan manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Manusia hasil ciptaan, bukan jelmaan, bukan anakNya. Dengan demikian menunjukkan bahwa manusia tergantung pada Allah. Manusia berbeda dengan Allah, Allah adalah khalik dan manusia adalah ciptaan Allah. Dalam hal ini juga membuktikan bahwa karena begitu istimewanya manusia maka Sang Pencipta menciptakan manusia dengan berbagai unsur salah satunya adalah jiwa atau Roh. Sebab dengan memiliki jiwa atau Roh tersebut diharapkan manusia mampu menjalin relas yang erat dengan PenciptaNya, serta mampu mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan oleh PencipaNya.
            Dalam perkembangan berikutnya, para filsuf dan ahli tafsir agama, berusaha untuk selalu menemukan tentang jati diri manusia. Para Bapa Gereja memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan tentang manusia. Dalam hal ini telah ditemukan dua pandangan yang diakui oleh gereja-gereja, yaitu teori dikhotomi dan trikhotom. Gereja-gereja barat pada umumnya menerima teori dikhotomi, bahwa manusia terdiri dari dua unsur yaitu manusia batiniah dan manusia lahiriah atau unsur materi dan non materi). Tetapi gereja-gereja di timur menganut pandangan teori trikhotomi, bahwa manusia terdiri dari 3 unsur yaitu roh (unsur relegius), jiwa (unsur psikhologis) dan tubuh (unsur gisik). Meski ada pandangan yang menentang dua teori tersebut yaitu pandangan monisme. Dari penjelasan di atas, jelas menunjukkan bahwa jiwa adalah bagian yang tidak dipisahkan dari manusia.
            Dengan demikian menjadi semakin jelas bahwa yang kekal adalah jiwa atau roh dan jiwa atau roh tersebut merupakan bagianyang tidak terpisahkan dari manusia. Dengan kata lain bila membicarakan tentang yang abadi, berarti membicarakan tentang jiwa, sedangkan pembicaraan tentang jiwa tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Oleh sebeba pembicaraan tentang abadi bisa dipastikan berbicara tentang jiwa manusia itu sendiri.
            Menurut Kamus Bahasa Indonesia, jiwa diartikan roh manusia, sedangkan menurut Ilmu Jiwa Jawa diartikan dengan unsur yang menghidupkan. Sedangkan dalamkonsep Manusia dalam Kebatinan diatikan dengan badan halus yang disebut dengan dunia ego. Tetapi ada yang mengartikan dengan rasa sesuai dengan pndapat Ki Ageng Mentaraman dalam buku Ilmu Jiwa Kramadangsa. Dalam hal ini rasa sebagai sesuatu yang abadi dapat dijelaskan bahwa jiwa sebagai rasa selama dengan rasa itu sendiri. Dari mana asal dan sampai kapan pun rasa akan tetap sama. Rasa sedih, merupakan rasa yang dapat dialami oleh manusia selama manusia sudah ada dan merasakan bagaimana rasa sedih tersebut. Demikian juga engan raa yang lain.
            Dalam pandangan Gereja Katolik mengenal Roh sebagai Roh Kudus yang disebut dengan rahmat atau kasih karunia. Bahkan dalam Kitab Suci denganjelas dibedakan antara Roh dengan daging yang berarti badan. Roh Kudus juga diartikan sebagai pribadi dari Allah, dimana Allah Tritunggal, yang terdiri dari Bapa, Putra dan Roh Kudus. Dalam hal ini Roh diartikan sebagai bagian dari pribadi Allah tersebut. Sedangkan menurut pandangan Islam yang dimaksud dengan Ruh adalah Ruh Kehidupan. Oleh sebab itu, bila non jasmani yang dimaksud adalah Roh Kudus maka sangat jelas tidak perlu diragukan keabadiannya. Bahkan merupakan awal dan akhir darisegala kehidupan yang di dunia ini.








BAB III
KESIMPULAN

Bila berbicara tentang jasmani dan kekal maka tidak dapat dipisahkan dengan pengertian tentang manusia. Hal ini karena hanya dalam diri manusia terdapat unsur-unsur tersebut yaitu jasmani dan kekal. Apalagi dalam hal mengupas tentang keabadian dan berkaitan dengan non jasmani atau jiwa. Maka tidak mungkin lepas dari pembahasan tentang manusa. Manusia sejak awal diciptakan oleh PenciptaNya sebagai mahkluk yang paling sempurna terdiri dari jiwa dan badan.

Bila yang dimaksud non jasmani adalah jiwa maka jiwa dapat diartikan dua arti yaitu rasa dan Roh. Memang pengertian jiwa sebagai Roh masih manjadi perdebatan sampai sekarang, sebab ada yang berpandangan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur yaitu badan, jiwa dan Roh. Tetapi ada juga yang hanya menyatakan terdapat dua unsur yaitu badan dan jiwa saja, atau badan dan Roh/jiwa.

Bila jiwa dimengerti sebagai rasa maka yang kekal adalah rasa sebagai perasaan atau yang dirasakan. Bila seseorang mengalami rasa sedih, gembira, maka selamanya rasa sedih dan gembira akan sama, sebagaimana yang dirasakan sekarang. Demikian juga dengan rasa yang lain, misalnya dengan rasa cinta, maka perasaan cinta selamanya akan sama sebagaimana yang dirasakan sekarang oleh seseorang, meski terjadi beberapa ribu tahun yang lalu.

Bila jiwa diartikan dengan Roh, maka jelas keabadian adalah memang berasal dari Allah. Dalam berbagai pandangan menyepakati bahwa Sang Maha Esa, mempunyai daya yang mampu dirasakan oleh manusia, dan manusia mengakui sebagai Roh. Dalam pandangan Katolik bahkan Roh tersebut disebut sebagai pribadi Allah sendiri. Bila jelas bahwa Roh adalah berasal dari Allah sendiri, maka Roh itu pun juga akan abadi, sebagaimana yang disifatkan.











Referensi

AM. Hardjana, Penghayatan Agama Yang Otentik dan Tidak Otentik, Kanisius, 2002.

Darmanto Jatman, Beberapa Konsep Dalam Ilmu Jiwa Jawa, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi) Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1985.

Soetomo, WE, M.Pd., Prof. Dr.Dr., Hand Out Mata Kuliha Filasat Ilmu,

Komisi Kateketik KWI, Pendidikan Agama Katolik, Kanisius, 2007

Sartono Kartodirdjo, Beberapa segi Etika Dan Etiket Jawa, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi) Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1985.

WJS. Poerwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, 1984

Zuahiri Misrawi, Al-Quran Kitab Toleran, Penerbit Fitrah, 2007


Tidak ada komentar: