Artikel,



METODOLOGI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH DASAR

Disampaikan dalam Pembinaan Peningkatan Mutu Guru Agama SD
Di Hotel Grasia Semarang tanggal 13-16 Oktober 2010.


Pengantar
            Dalam sesi ini akan bersama dicermati metode-metode yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Diharapkan pada akhir sesi kita mempunyai pemahaman yang cukup mengenai metodologi (macam-macam model) pembelajaran PAK. Berbekal berbagai metode pembelajaran diharapkan kita sebagai guru Agama Katolik semakin profesional dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Tulisan ini  bukan merupakan resep jadi, tetapi merupakan sebuah rangsangan untuk memacu kita agar terdorong untuk belajar lebih banyak.

Pengertian
            Metodologi pembelajran PAK diartikan sebagai sebuah pendekatan pengajaran melalui berbagai bentuk kegiatan pembelajaran bersama peserta didik. Tujuannya adalah agar tujuan PAK yang sudah dirumuskan dapat dipahami, dimengerti dan dihayati oleh peserta didik.

Aneka Model Pembelajaran
            Sepanjang pengamatan di lapangan, sekurang-kurangnya terdapat 7 macam model pembelajaran PAK:
1. Pembelajaran hafal atau Dresur (Drill). Dalam motode ini peserta didik di dresur (drill) untuk menghafalkan rumus-rumus pengetahuan agama/ ayat-ayat Kitab suci. Materinya di susun secara ringkas, padat. Metode tanya jawab lebih banyak digunakan. Penjelasan diberikan oleh guru, peseta didik mendengarkan, mencatat, kemudian menghafalkan. Model seperti ini sering kali tidak dipahami oleh perserta didik, karena materi pembelajarannya melampaui kompetensi peserta didik. Menghafalkan pengetahuan iman memang sangat bermanfaat, tetapi jika pelaksanaan PPAK seluruhnya menggunakan model atau metode hafalan, menjadi kurang tepat.

2. Metode Analitis. Pendekatan ini mengajak peserta didik untuk mengolah bahan belajar agar dimengerti dengan cara menganalisa bahan ajar. Rumusan di penggal-penggal, kemudian dijelaskan maksudnya, kemudian ditarik kesimpulan. Metode ini mirip dengan metode deduksi-induksi. Misalnya:” Kamu adalah garam dunia”. Kemudian dijelaskan arti kata ”garam” dan kata ”dunia”. Sesudah itu ditarik kesimpulan dan dicari aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya sangat moralistis.

3. Metode Katekese. Pendekatan ini mementingkan sikap iman peserta didik daripada pengetahuan agama hasil analisa. Meskipun tetap harus diakui bahwa pengetahuan agama tetap penting dalam PAK. Model katekese menggunakan sistem komunikasi pengalaman iman, sehingga unsur pengalaman hidup muncul sebagai salah satu materi dalam PAK. Selain itu materi PAK memuat materi Kitab Suci dan Ajarah Gereja dan Tradisi Gereja seperti tampak dalam ajaran maupun praksis hidup beriman umat.
            Metode katekese tidak laku terpaku beku pada doktrin, tetapi lebih pada hidup  nyata peserta didik. Metode ini menempatkan peserta didik sederajad dan guru sebagai fasilitator (kateketse umat????). Tujuan  dari katekese adalah setiap peserta didik diperkaya dalam iman, diperteguh imannya melalui proses komunikasi pengalaman iman antar peserta didik dan peserta didik dengan gurunya. Aspek  pengetahuan iman dapat ditarik dari hasil pengayaan.

4. Pola PAK.
Pola mengembalikan model katekese ke model pelajaran, tetapi bukan analitis. Model pola PAK dikenal sebagai model ”pelajaran pergumulan” (Malino).
            Dasar-dasar model PAK yaitu:
  1. Hidup sebagai medan perjumpaan antara Allah dan manusia. PAK harus dapat mendampingi peserta didik “menggumuli” hidup. Maka hidup menjadi materi PAK.
  2. Visi Kristiani ditawarkan untuk menginterpretasikan hidup. Tujuannya adalah agar peserta didik mampu menghayati hidup dengan nilai kristiani.
  3. Proses komunikasi. Proses pembelajaran PAK disajikan melalui proses agar peserta didik berkembang dalam berpikiran, berperasaan dan berkehendak serta bersikap. Komunikasi memberikan ruang dan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif berinteraksi (terlibat).
  4. Pendidikan modern: keterbukaan, kritis, mandiri, ambil keputusan, peka terhadap lingkungan, terlibat dalam proses kehidupan bermasyarakat.
Proses pembelajaran PAK sebagai berikut:
Pertama, menampilkan pengalaman manusiawi yang membuka pemikiran sehingga dapat tahapan untuk diketahui, maka disebut tahap ”mengetahui”.
Kedua, membawa pokok-pokok pengalaman hidup ke dalam tahap pengolahan yang didalami dengan diskusi, pencarian makna bersama. Harapannya dengan cara tersebut peserta didik berproses dari mengetahui dan memahami secara mendalam dan luas, maka disebut tahap ”memahami”.
Ketiga, selanjutnya peserta didik diajak untuk mencari makna dengan membandingkan berbagai pendapat, pandangan dari visi lain dan akhirnya mengkonfrontirnya dengan visi kristiani, maka disebut tahap ”pergumulan hidup dalam visi kristiani”.
Model pola pendekatan PAK tersebut tampak jelas menampung berbagai metode yang sesuai agar pengembangan pelajaran dapat terus berlanjut mendampingi peserta didik mencapai pemahaman yang memadai akan imannya.

5. Metode Naratif (Eksperensial)
            Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi atau interaksi iman. Komunikasi iman mengandaikan unsur pengetahuan, pergumulan dan unsur penghayatan iman. Dalam komunikasi iman tersebut diperlukan sarana. Salah satu sarana tersebut adalah bahan ajar. Bahan ajar memang penting, tetapi bukan menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Bahan ajar penting untuk diketahui, diinterpretasikan dan akhirnya diaplikaksikan dalam kehidupan konkrit.
            Agar bahan ajar dapat menjadi partner  dalam komunikasi hidup, maka bahan ajar tersebut diolah dalam bentuk narasi (cerita). Cerita ternyata merupakan salah satu cara atau wahana yang efektif untuk menyampaikan pesan. Ternyata juga hampir segala umur menyenangi cerita.
            Sifat cerita adalah tidak memaksa, menghibur, mengandung banyak pesan, mudah diingat dan dihafalkan, dan tidak indoktrinatif. Cerita dapat berfungsi sebagai partner untuk bersaksi mengenai pengalaman peserta didik (eksperiensi). NE juga mengandung aspek obyektif dan subyektif untuk dievaluasi.
            Bentuk narasi misalnya: Kitab Suci dan Tradisi Gereja, pengalaman hidup aktual, cerita rakyat. Bahan tersebut sangat kaya informasi, baik informasi pengalaman humanistis maupun pengalaman imani.
            Pola Naratif-Eksperensial dapat digambarkan sebagai berikut:



 










                                                 Komunikasi
                                       Naratif – Eksprensial                                                
 






         

Guru Agama Katolik dituntut untuk menguasai bahan cerita dan mampu bercerita secara hidup, agar peserta didik tenggelam dalam cerita tersebut. Dengan keasyikan tersebut diharapakan peserta didik mampu menangkap pesan cerita dan dapat menceritakan kembali cerita yang didengarnya dengan kata-katanya sendiri.

6. Model Pembelajaran Berbasis Kompetensi
            Kompetensi mencakup pengetahuan dan ketrampilan serta nilai-nilai, baik yang dikuasai setelah menyelesaikan pelajaran dan merefleksikannya dalam sikap dan perbuatan hidup. Pendekatan yang dipergunakan untuk mencapai kompetensi adalah pola interaktif (komunikasi). Pola tersebut digunakan untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran imannya dalam kehidupan konkrit. Model tersebut disebut model ”pergumulan” atau eksploratif/inquiry/discovery method.
            Model ini dapat menggunakan cara “dialog-partisipatif” yang mendorong peserta didik kreatif, kritis, mandiri dan terampil berkomunikasi. Maka guru perlu memobilisir berbagai metode aktif seperti: diskusi, sharing, wawancara, dramatisasi, dinamika kelompok, dll.
            Model ini dapat pula menggunakan pola Naratif-Eksperensial, seperti: cerita rakyat, cerita sufi, cerita kehidupan, cerita kanonik.

6.1. Proses model Naratif-Eksperensial:
1. Secara garis besar proses dapat dimulai dengan menampilkan sebuah cerita (bahan tidak dibacakan, tetapi diceritakan secara hidup). Kemudian peserta didik diberi kesempatan berdiam merenungkan dan mencari pesan cerita sendiri.
            Kemudian guru mengajak peserta didik untuk mengeksplorasi kesan, perasaan mereka terhadap cerita tersebut: kesan, pelaku, tingkah laku para tokoh, mencari pesan ajaran, dan nasihat dari cerita tersebut. Guru memberikan peneguhan terhadap temuan peserta didik.

2. Apabila cerita tidak diambil dari cerita kanonik, maka guru perlu menampilkan cerita kanonik sebagai pembanding dan pendalaman visai kristianinya. Untuk itu guru sebagai fasilitator  mempersiapkan cerita yang sesuai atau yang bertentangan dengan cerita bukan kanonik tersebut. Selanjutnya peserta didik diberi kesempatan untuk membatinkan cerita kanonik ke dalam hati dan kesadarannya.
            Cerita kanonik pun perlu didalami dengan pertanyaan pembantu, misalnya: bagaimana perasaan peserta didik setelah mendengar cerita tersebut, mengapa perasaan muncul, mencermati tokoh-tohoh cerita dan perilakunya, mencari pesan dan ajaran yang dapat dipetik dari cerita.

3. Tanggapan peseta didik. Tanggapan peserta didik dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk, misalnya: membandingkan cerita daengan pengalaman pribadinya atau kelompok, menjelaskan apa yang perlu dilakukan, menunjukkan penguasaan cerita dengan menceritakan kembali cerita dengan kata-katanya sendiri., dan sebagainya.

7. Metode Analisis Sosial (ANSOS)
            Yang dimaksud dengan PAK ANSOS adalah suatu usaha yang dilakukan melalui kegiatan pembelajaran agama Katolik untuk melihat keadaan sosial dalam lingkup masyarakat yang dekat dan mudah dikenali oleh para peserta didik. Peserta didik diajak untuk mempelajari keadaan, unsur-unsur yang menyebabkan keadaan sosial itu terjadi. Setelah keadaan  sosial itu dikaji dan dikaitkan dengan Kitab Suci/Ajaran Sosial Gereja (ASG), kemudian peserta didik diajak untuk merancang kegiatan positif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah sosial tersebut. PAK model ANSOS dapat dilakukan oleh peserta didik yang daya kritisnya sudah cukup berkembang, untuk SD misalnya, pada kelas-kelas tinggi (5dan 6).

7.1. Fungsi model PAK ANSOS.
            Model PAK ANSOS berfungsi untuk:
  1. mengembangkan kepekaan peserta didik terhadap lingkungan sekitarnya,
  2. mendorong keterlibatan aktif postif peserta didik terhadap stuasi di sekitarnya,
  3. melatih peserta didik mewujudkan penghayatan imannya dalam praktik hidup konkrit sehari-hari,
  4. melatih peserta didik untuk terbuka terhadap kerjasama lintas agama untuk mewujudkan kesejahteraan lingkungan.

7.2. Proses Pembelajaran Menggunakan Metode ANSOS.
            Salah satu cara memproses pembelajar PAK adalah melakukan SOTARAE. Langkah tersebut mulai dengan:
  1. S (situasi): pada tahap awal ini peserta didik dihadapkan pada situasi (keprihatinan) yang dapat diambil dari majalah/koran/tayangan TV/cerita kehidupan/cerita rakyat. Tahap ini dimaksudkan untuk membangkitkan perasaan peserta didik. Oleh karena itu pertanyaan kepada peserta didik difokuskan pada perasaan.
  2. O (Obyektif): tahap selanjutnya adalah mengajak peserta didik untuk memahami masalah (isi cerita) secara obyektif, tanpa diberi penilaian kualitatif (baik, jelek, jujur, dsb). Pertanyaan pembantu berkisar pada: jalan cerita, tokoh-tokoh. Tujuan yang hendak dicapai adalah peserta didik diajak untuk mengerti isi cerita.
  3. T (Tema): pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba memikirkan pokok-pokok atau hal-hal penting yang dapat ditarik dari sebuah cerita. Peserta diharapkan menemukan pokok- pokok pesan dan berusaha memilih tema atau pokok yang akan dijadikan prioritas atau diutamakan untuk dibahas bersama di kelas.
  4. A (Analisis). Pada tahap analisis peserta didik berusaha menemukan latar belakang, sebab-akibat terjadinya cerita; mencermati tokoh yang diuntungkan atau dirugikan. Peserta didik diajak untuk melihat lingkungan sekitarnya adakah kesesuaian dengan cerita tersebut. Dalam tahap ini guru atau fasilitator dituntut terampil dalam mengajukan pertanyaan dengan baik dan tepat sehingga cerita menarik dan aktual. Dalam analisis tersebut ditampilkan kutipan Kitab Suci?ASG/ Ajaran Gereja dan didalami maksudnya. Guru atau fasilitator perlu mempunyai penguasaan Kitab Suci yang memadai agar dapat memilih teks yang sesuai dengan tema yang dipelajari.
  5. R (Rangkuman): pada tahap ini fasilitator mengajak peserta didik untuk memperjelas analisis yang telah ditemukan bersama dan bagaimana analisis tersebut dikonfrontir dengan ajaran iman kristiani.
  6. A (Aksi): Akibat dari mempertemukan hasil temuan dalam ANSOS yang sudah dirumuskna menjadi tema dan visi Kristiani, timbul rencana untuk melakukan aksi nyata (entah pribadi atau kelompok). Dalam kegiatan ini perlu tersedia waktu yang cukup. Perencanaan yang dibuat tetap berpegang pada prinsip: bukan rencana yang melampaui kemampuan peserta didik, melainkan rencana yang dapat dilaksanakan peserta didik.
  7. E (Evaluasi): pada tahan ini fasilitator, guru mempertanyakan kepada peserta didik tanggapan mereka atas pembelajaran model ANSOS: senang, tidak senang, puas sulit, dll.

8. Penutup
            Begitu banyak model, pola, metode dalam kegiatan pembelajaran. Dalam konteks PAK metode yang dipakai bersifat random, campuran dari berbagai model pembelajaran. Pemilihan suatu metode pembelajaran berkait erat dengan bahan atau materi ajar yang akan dipelajari.
            Dalam konteks ini guru sebagai fasilitator kegiatan belajar diharapkan mampu mem-fasilitasi- (mempermudah) proses belajar dan bukan sebaliknya. Guru dituntut mempunyai kemampuan yang memadai untuk  memilih, menentukan  dan menggunakan berbagai model pembelajaran. Dengan penguasaan  metode pembelajaran yang memadai  diharapkan guru mampu merangsang peserta didik untuk belajar dalam suasana yang PAIKEM.


Oleh D. Widihantara, S.Pd, M.Par.
Lembaga Pengembangan Media
Pembelajaran Agama Katolik
Provinsi Jawa Tengah







Tidak ada komentar: